JAKARTA,FOKUSJabar.id: Puspom TNI telah menetapkan Kepala Basarnas (Kabasarnas) Marsdya (Purn) Henri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Kabasarns, Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC) sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek di Basarnas.
Berdasarkan jeratan pasal yang diterapkan Puspom TNI terhadap Henri dan Afri Budi terancam hukuman penjara seumur hidup.
Diketahui, keduanya dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Pasal 12 a atau b atau 11 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai mana telah diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Danpuspom TNI, Marsekal Muda Agung Handoko dalam konferensi pers bersama KPK di Mabes TNI, Jakarta, Senin (31/7/2023).
Pasal 11 UU Tipikor menyebutkan, “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.”
Sementara Pasal 12 berbunyi, “Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.”
Sedangkan Pasal 12 huruf a menyebutkan, “pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.”
Pasal 12 huruf b, “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.”
(Agung)