BANDUNG,FOKUSJabar.id: bank bjb memastikan kebijakan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan di 5,57 persen tidak beradampak pada rencana Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang diinisiasi bank bjb.
Demikian disampaikan Pemimpin Divisi Corporate Secretary bank bjb Widi Hartoto. Dia memastikan bahwa bank bjb terus mematangkan KUB dengan Bank Bengkulu yang saat ini memasuki proses akhir. Saat ini bank bjb pun tengah mengurus izin penambahan Bank Bengkulu sebagai anggota KUB ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“KUB saat ini memasuki proses akhir dan bjb sedang mengajukan proses izin penambahan Bank Bengkulu sebagai anggota KUB bank bjb ke OJK. Terkait kebijakan suku bunga acuan sendiri, itu tidak berdampak apa-apa terhadap rencana KUB bank bjb,” kata Widi.
Sesuai peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020, konsolidasi bank pembangunan daerah (BPD) dilakukan guna memenuhi modal inti minimum Rp3 trilyun pada 2024. Proses peleburan bank-bank daerah perlu dilakukan karena masih banyak BPD yang kemampuan permodalannya terbatas, sehingga membatasi kemampuan BPD.
BACA JUGA: bank bjb Teken PKS Penyertaan Modal dengan Bank Bengkulu
Hingga Desember 2022 lalu, ada 12 BPD yang belum memenuhi modal inti, antara lain BPD Bengkulu, BPD Banten, BPD NTB Syariah, BPD Sulawesi Tenggara, BPD Maluku, BPD Sulawesi Utara Gorontalo, BPD Kalimantan Tengah, BPD Jambi, BPD NTT, BPD Kalimantan Selatan, dan BPD DIY.
BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 5,75 Persen
Sementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan konsisten dengan sikap kebijakan moneter. Hal ini untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran 3 persen pada sisa tahun 2023. Untuk itu, BI akan fokus pada penguatan stabilisasi nilai rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor dan memitigasi ketidakpastian pasar keuangan global.
“Rapat Dewan Gubernur BI pada 21-22 Juni 2022 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,75 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50 persen,” kata Perry, Kamis (23/6/2023).
Keputusan BI ini mempertimbangkan berbagai faktor di dalam dan luar negeri. Antara lain ketidakpastian perekonomian global yang kembali meningkat dengan kecenderungan risiko pertumbuhan yang melambat dan kebijakan suku bunga moneter di negara maju yang lebih tinggi. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan sebesar 2,7 persen secara tahunan dengan risiko perlambatan terutama di Amerika Serikat dan Cina.
Di dalam negeri, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik didukung permintaan domestik dan kinerja ekspor. Nilai tukar rupiah juga terkendali sejalan dengan kebijakan stabilisasi yang ditempuh BI. Inflasi menurun ke dalam sasaran tiga persen lebih cepat dari perkiraan pemerintah.
“Penurunan inflasi terjadi di semua kelompok. Inflasi inti Mei 2023 tercatat 2,66 persen secara tahunan, lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 2,83 persen,” kata Perry.
(LIN)