PANGANDARAN,FOKUSJabar.id: Selain dugaan kejanggalan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) hingga ditetapkannya Laporan Pertanggung jawaban Bupati Pangandaran Tahun Anggaran 2022.
Masalah lain juga menjadi curahan hati salah seorang Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Setempat yang enggan disebut namanya.
BACA JUGA: Ribuan Moge Ramaikan Pangandaran, Ini Tujuannya
Dalam Curhatannya dia mengaku, mendapatkan laporan soal permintaan penambahan hibah keagamaan senilai Rp 400 juta.
Hibah sejumlah Rp 400 juta tersebut diketahui dialokasikan untuk pelaksanaan umroh yang tidak jelas penerima manfaatnya siapa dalam kondisi keuangan daerah yang sedang tidak baik baik saja.
“Hibah soal umroh ini sebelumnya sudah dianggarkan, tapi minta lagi dianggarkan 400 juta, sehingga angkanya bertambah. Ditengah tengan keuangan daerah sedang defisit loh,” kata dia.
Permintaan tambahan anggaran hibah tersebut, sontak membuat ia kaget, karena beberapa kondisi yang sedang terjadi mengenai keuangan daerah.
Dia mempertanyakan mengenai urgensi penambahan anggaran hibah yang diperuntukan bagi ibadah umrah tersebut.
“Ya Urgensinya apa? Umroh ini kan tidak semua warga Pangandaran kebagian. Maka kalau begitu, umroh itu sebagai apa dari pemerintah terhadap orang yang menerimanya?,” kata dia.
BACA JUGA: 4 Imbauan Satlantas Polres Pangandaran
Pertanyaan tersebut melebar kepada persoalan janji Bupati Pangandara dalam Visi Misinya pada saat Kampanye di Pilkada Tahun 2020 lalu yang berjanji akan memberangkatkan umrah Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW).
“Kalau sebagai reward penghargaan untuk apa, misalkan dia berkontribusi terhadap Pemerintah dibidang keagamaan atau misalkan ada janji dulu RT RW berprestasi akan di umrohkan,” kata dia.
Namun, kabar soal RT RW yang di umrahkan hingga saat ini belum terdengar satupun yang diberangkatkan, malah pihak pihak lain yang sebetulnya tidak ada kaitan dengan Pemerintahan.
“Terkesan intinya asal dekat, asal ada kontribusi di bidang lain diluar Pemerintahan, itu yang diambil. Justru ini yang saya pertanyakan sejak awal,” ujar dia.
Kegiatan tersebut, kata dia bukan berarti tidak boleh dilakukan. Namun, menurutnya harus berdasarkan syarat, klasifikasi dan parameter yang jelas, seperti misalkan RT RW yang berprestasi atau jika Kyai atau ajengan yang seperti apa.
“Yang lebih parah, umroh itu dipakai permainan, dipakai lap. Seolah olah orang yang diberangkatkan umroh itu pulang akan berkontribusi terhadap Pangandaran,” kata dia.
Akhirnya, program yang dilaksanakan melalui hibah tersebut malah menjadi bahan candaan disaat masyarakat kesulitan dan Pemerintahan banyak kegiatan yang belum terbayarkan.
“Kalau merunut ke belakang, saat Covid-19 ada bahasa begini, kegiatan yang dilaksanakan adalah yang prioritas dari yang utama. Kenapa sekarang tidak dijalankan itu,” kata dia.
(Sajidin/Anthika Asmara)