JAKARTA,FOKUSJabar.id: Kuasa hukum terdakwa kasus narkoba sekaligus eks Kapolda Sumatra Barat Irjen Teddy Minahasa, Hotman Paris, meminta majelis hakim menolak seluruh tanggapan penuntut umum atau replik terhadap pembelaan kliennya.
Hotman menilai, bahwa replik penuntut umum tidak berdasarkan pada alat bukti dan tidak berlandaskan pada yuridis yang kuat.
Seluruh replik, kata dia, yang disampaikan penuntut umum dinilai hanya sebuah asumsi.
“Maka seluruh replik atau tanggapan penuntut umum terhadap pleidoi penasihat hukum sudah sepatutnya ditolak untuk seluruhnya,” kata dia saat membacakan duplik di Pengadilan Jakarta Barat, Jumat (28/4/2023).
Lebih lanjut, Hotman Paris juga memerintah majelis hakim PN Jakarta Barat agar membebaskan Teddy Minahasa.
BACA JUGA: Poltracking: Elektabilitas Prabowo Ungguli Ganjar Pranowo
“Membebaskan terdakwa Teddy Minahasa Putra dari segala tuntutan hukum atau setidak- tidaknya melepaskan dari segala tuntutan hukum,” tegasnya, melansir IDN.
Hotman juga meminta supaya majelis hakim memulihkan nama baik Teddy Minahasa. Termasuk kedudukan dan harkat martabatnya.
“Memulihkan segala hak Teddy Minahasa dalam kemampuan, kedudukan, nama baik serta harkat dan martabatnya,” sambungnya.
Dalam kasus ini, Teddy didakwa melanggar Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana serta Pasal 112 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Hotman beranggapan bahwa dakwaan penutut umum dapat batal demi hukum berserta tuntutan jaksa.
Dia menilai, dakwaan dan tuntutan tidak punya cukup bukti atas kasus narkoba yang melibatkan Jenderal bintang dua tersebut.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai nota pembelaan atau pleidoi terdakwa kasus sabu sekaligus eks Kapolda Sumatra Barat, Teddy Minahasa ceroboh, keliru, dan mengada-ngada.
Saat menyampaikan pleidoi pada 13 April 2023 lalu, Teddy menyatakan surat dakwaan jaksa batal demi hukum.
Jenderal bintang dua itu menilai surat tuntutan jaksa tidak dapat diterima karena barang bukti tidak sah dan melanggar hukum acara.
“Sungguh sangat ceroboh dan keliru penasehat hukum/terdakwa dalam pembelaannya menyatakan surat dakwaan batal demi hukum,” kata Jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (18/4) lalu.
Menurut jaksa, Teddy dan penasihat hukumnya kurang memahami ketentuan Pasal 143 KUHAP.
Jaksa menjelaskan, Pasal 143 KUHAP menyebutkan surat dakwaan hanya dapat dibatalkan dengan alasan surat dakwaan tidak memenuhi syarat formil.
Hal itu mengacu kepada Pasal 143 Ayat (2) Huruf a KUHAP dan syarat materiil sesuai Pasal 143 Ayat (2) Huruf b KUHAP (surat dakwaan Obscure libel).
“Sehingga semua dalil penasehat hukum terdakwa terkait surat dakwaan batal demi hukum karena cara perolehan bukti yang tidak sah jelas hanyalah asumsi yang dipaksakan belaka yang penuh kekeliruan dan sungguh mengada-ngada,” tegas Jaksa.
Jaksa mengatakan, penasihat hukum Teddy berupaya mengabaikan dan mengaburkan fakta adanya alat bukti keterangan ahli digital forensik yang sudah dituangkan penyidik dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Sementara, kata jaksa, ahli digital forensik sudah melakukan pemeriksaan barang bukti digital secara professional sesuai dengan keilmuan dan pengetahuannya.
Jaksa menambahkan, dalil penasihat hukum Teddy yang menyimpulkan surat tuntutan JPU tidak dapat diterima karena cara perolehan bukti yang tidak sah hanya asumsi yang dipaksakan, penuh kekeliruan, dan sungguh mengada-ngada.
Dalam hal ini, menurut jaksa, penasihat hukum Teddy mencoba mengaburkan fakta dalam persidangan.
“Sehingga cara peroleh alat bukti maupun barang bukti adalah sah berdasarkan pada KUHAP,” kata jaksa.
(Agung)