JAKARTA,FOKUSJabar.id: Penasihat hukum Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea mengaku tekanan darahnya naik saat mendengar kliennya dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum dalam kasus peredaran narkoba.
Hal itu disampaikan Hotman seusai sidang pembacaan tuntutan Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023).
“Jelas dong, kalau dihukum mati, tensi kita agak naik itu wajar. Kan, pada saat itu masih mikirin klien,” kata Hotman.
Namun, dia mengaku tidak terlalu kaget dengan tuntutan jaksa terhadap kliennya tersebut.
Hotman berujar telah memperkirakan tuntutan hukuman mati tersebut usai sebelumnya terdakwa Dody Prawiranegara dituntut 20 tahun penjara dalam perkara yang sama dengan Teddy.
“Kalau melihat (tuntutan) Dody 20 tahun sudah rada-rada berpikir ke sana (tuntutan hukuman mati),” kata dia, melansir Kompas.
Hotman menegaskan, bahwa apa yang dilakukannya saat ini hanyalah membela kliennya demi mencari kebenaran.
BACA JUGA: Rafael Alun Resmi Jadi Tersangka Kasus Korupsi
Dia juga menegaskan bahwa yang dibelanya adalah Teddy, bukan membela kejahatan narkobanya.
“Kita ini membela klien, kita pengacara bukan untuk membela orang jahat, tapi mencari kebenaran, apakah nanti bersalah atau tidak, itu terserah majelis,” tegasnya.
sebelumnya, jaksa menuntut mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa dengan pidana hukuman mati dalam kasus peredaran narkoba.
Jaksa menilai Teddy Minahasa terbukti bersalah dalam perkara yang menjeratnya, yakni terkait peredaran narkoba jenis sabu.
“Menjatuhkan terhadap Teddy Minahasa pidana mati,” kata Jaksa Iwan Ginting di PN Jakarta Barat, Kamis (30/3).
Jaksa menegaskan, tidak ada hal meringankan dalam tuntutan untuk terdakwa Teddy.
Sementara hal-hal yang memberatkan yakni Teddy Minahasa terlibat dalam proses transaksi, penjualan, hingga menikmati keuntungan dari hasil penjualan narkotika jenis sabu.
Teddy juga dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas peredaran narkoba.
Perbuatan Teddy Minahasa juga dianggap tidak mencerminkan seorang aparat penegak hukum yang baik dan mengayomi masyarakat.
Perbuatan Teddy dinilai telah merusak kepercayaan publik kepada institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang anggotanya kurang lebih 400.000 personel dan merusak nama baik Polri.
“Terdakwa menyangkal dari perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan,” ujar Jaksa.
Dalam kasus tersebut, Teddy didakwa terbukti bekerja sama dengan Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti alias Anita Cepu untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
(Agung)