spot_img
Kamis 9 Mei 2024
spot_img
More

    Bareskrim hingga KPK Didesak Usut PN Jakpus soal Putusan Pemilu

    JAKARTA,FOKUSJabar.id: Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) terkait putusan menunda tahapan Pemilu 2024.

    Dugaan pelanggaran kode etik tersebut dilaporkan oleh organisasi masyarakat, Kongres Pemuda Indonesia (KPI) dan teregister dengan nomor pendaftaran 0405/III/2023/P.

    Pelapor Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), sekaligus Ketua KPI Jakarta, Sapto Wibowo, meminta agar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), KPK, Bareskrim Polri hingga Kejaksaan Agung mengusut tiga hakim PN Jakpus yang terlibat perkara Gugatan Partai Prima soal putusan tentang tahapan pemilu diulang.

    “Saya mohon KPK, PPATK, Kejaksaan Agung, Bareskrim untuk mengusut perkara ini. Tujuan saya, saya rasa kita warga negara Indonesia minta untuk mengecek PPATK ataupun Bareskrim, Kejagung mengecek tiga hakim ini,” kata dia di Gedung KY, Jakarta Pusat, Senin (06/03/2023).

    Bahkan, Sapto menaruh kecurigaan terhadap majelis hakim tersebut. ia menduga ada aliran dana kepada hakim yang memutus perkara Partai Prima.

    BACA JUGA: Warga Ogah Direlokasi Pasca Kebakaran Depo Pertamina

    Sapto menuturkan, kecurigaan tersebut muncul karena putusan hakim dinilai tidak wajar. Mengingat, seharusnya PN Jakpus tidak berwenang memutus perkara yang berkaitan dengan Pemilu.

    “Mungkin (ada aliran). Saya cuma curiga, menduga aja,” katanya, melansir IDN.

    Ketika ditanya soal dugaan ada upaya terstruktur dan terorganisir yang menginginkan agar Pemilu 2024 ditunda, dia menegaskan saat ini pihaknya hanya fokus mengikuti jalur hukum yang ditempuh.

    “Kalau soal Pemilu, saya gak kesana. Kami fokus di hasil putusan yang menurut kami kurang tepat,” imbuh dia.

    “Itu kan seharusnya ke PTUN atau Bawaslu, bukan ke Pengadilan Negeri,” sambung Sapto.

    Sementara, Kuasa Hukum Pelapor, Pitra Romadoni Nasution menuturkan, PN Jakpus telah melampaui kewenangan dalam mengadili perkara. Di mana kompetensi absolut membahas perkara tersebut seharusnya yang lebih berwenang ialah PTUN dan Bawaslu RI.

    “Saya kira masyatakat Indonesia mengerti terkait aturan hukum dan prosedur, bagian-bagian mengenai terkait dengan permasalahan parpol, mana ada kaitan PN Jakpus mengadili persoalan parpol, itu adalah kewenangannya administrasi negara, yaitu kewenangan PTUN,” ucap dia.

    Di sisi lain, Pitra menilai Putusan PN Jakpus juga melanggar konstitusi yang diatur di dalam Pasal 22 E Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

    Pihaknya juga menyoroti kejanggalan di mana dalam amar putusan pihak penggugat ditulis sebagai partai politik (parpol). Padahal berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakpus sebelumnya pihak penggugat agas mama perseorangan.

    “Anehnya di amar putusan di poin dua yang bersangkutan menyatakan penggugat adalah parpol. Sedangkan di SIPP penggugat adalah partai politik,” ucap Pitra.

    (Agung)

    Berita Terbaru

    spot_img