BANDUNG,FOKUSJabar.id: Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dari 24 sungai yang ada di Kota Bandung Jawa Barat (Jabar), lima di antaranya masuk kategori tercemar sedang.
Mengutip dari data BPS Kota Bandung 2023, data tersebut mengacu pada hasil pemantauan kualitas air sungai pada 2022 yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Ke-lima sungat tersebut, Cikendal, Cipamokolan, Cisaranten, Curug Dogdog dan Cigondewah.
BACA JUGA: BSM+ Dorong SPBE Kota Bandung Menuju Level Memuaskan
Pada tahun 2021 menurut DLH, ada tiga sungai yang cemar sedang. Yakni, Sungai Cikendal, Cigondewah dan Sungai Curug Dogdog.
Dua sungai yang sebelumnya ringan, Cisaranten dan Cipamokolan kini masuk kategori sedang. Sementara 19 sungai lainnya masuk kategori cemar ringan.
BPS juga melaporkan tak ada sungai yang tercemar berat.
Sebelumnya pada 2021, kualitas air sungai Kota Bandung 41,5 atau kategori buruk.
Dari 24 sungai yang dipantau, 21 sungai masuk kategori cemar ringan.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Dudy Prayudi mengatakan, pada tahun 2022 dari 24 sungai, kualitas 20 sungai membaik.
Sisanya masuk kategori cemar sedang.
“Ada beberapa masih masuk tercemar ringan. Maka dari itu, kita membuat kajian mengenai penyebab terjadinya pencemaran sedang pada empat sungai tersebut,” katanya.
“Kita akan menindaklanjuti terhadap penyebab pencemaran,” kata Dudy Prayudi saat ditemui di Hotel Savoy Homann, Jalan Asia Afrika Kota Bandung, Senin (6/3/2023).
Menurutnya, ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya. Salah satunya, limbah domestik.
“Salah satu upaya yang bisa kita optimalkan yakni dengan 100 persen Open Defecation Free (ODF). Itu untuk meningkatkan kualitas air sungai dari cemar sedang ke cemar ringan,” katanya.
BACA JUGA:
Sekda Kota Bandung: ASN Wajib Loyal
Menurut Dia, permasalahan sampah pun masih menjadi PR untuk menciptakan kebersihan di Kota Bandung.
Sebab selama sarana prasarana jalan di TPA Sarimukti belum diperbaiki, maka kondisinya akan seperti ini terus. Meski saat musim kemarau tidak terlalu berpengaruh.
“Saat ini kita tingkatkan program Kang Pisman. Kita ubah tempat penampungan sampah jadi tempat pengolahan sampah. Jadi sampah diolah bukan ditampung. Kalau ini kita laksanakan di seluruh TPS, bisa mengurangi sampah yang dikirim ke TPA,” ucapnya.
Namun begitu, pengolahan sampah bisa dilakukan dengan komposting sampah organik.
Hasil kompos bisa menjadi pupuk untuk tanaman. Lalu bisa juga dengan melakukan magotisasi.
“Sampah organik diolah jadi bubur organik untuk pakan maggot. Setelah 14 hari, maggot bisa dipanen dan dijadikan pakan ternak,” ungkapnya.
Pengolahan sampah bisa dengan biogester. Sampah bisa diubah menjadi listrik.
Tak hanya itu, salah satu solusinya pun bisa dengan mengubah sampah jadi Refuse-Derived Fuel (RDF).
“Bahan-bahan substitusi dari batu bara bisa dipakai industri tekstil dan semen. Memang kalau bicara kuantitas masih kecil. Kalau kita konsistenkan ini bisa jadi salah satu solusinya,” pungkas Dia.
(Yusuf Mugni/Anthika Asmara)