BANDUNG, FOKUSJabar.id: Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen menangani stunting dengan menggunakan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Komitmen ini berdasarkan penandatanganan bersama yang dihadiri Sekda Provinsi Jawa Barat, sekda 27 kabupaten/kota, serta para kepala perangkat daerah baik provinsi dan kabupaten/kota.
Komitmen bersama di Aula Bappeda Jabar, Senin (9/1/2023) lalu itu mengambil tema ‘Pemerintahan Digital untuk Penanganan Stunting Provinsi Jawa Barat Tahun 2023.’
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja, mengungkap berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Jabar mencapai 20,2 persen pada 2022.
BACA JUGA: Penuhi Hak Anak, Pemkot Bandung Serahkan 2.381 KIA
Angka tersebut menurun 4,3 poin dari tahun sebelumnya, yang mana pada 2021 prevalensi balita stunting 24,5 persen.
“Angka ini lebih rendah dibanding nasional,” kata Setiawan Wangsaatmaja kepada wartawan. Jum’at (17/2/2023).
Diketahui, secara nasional, prevalensi stunting tahun ini, turun dari 24,4 persen di tahun 2021 menjadi 21,6 persen di tahun 2022.
“Saya pikir ini penurunan sesuatu kabar yang baik bagi kita. Namun kami juga masih ingin melihat kualitas dari angka penurunan ini,” kata dia.
Setiawan lalu mengungkap bahwa dalam digitalisasi upaya penurunan stunting juga, harus ada beberapa hal yang betul- betul diperhatikan.
Pertama, data kemudian metodologi, mulai dari keseragaman cara penimbangan badan, pengukuran tinggi badan, dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Chatbot Pintar Solve Education! Sediakan Pendidikan Keuangan
Setelah semuanya baik maka disitu intervensi teknologi untuk membebaskan genasi penerus dari ancaman stunting dilakukan.
Sekda berharap di samping angka prevalensi turun, maka penurunan itu harus benar -benar berkualitas.
“Kita punya target, saat ini kita sudah mencapai 20,2 persen di tahun 2022. Di 2023 ingin menurunkan kembali di 19,2 persen. Kita semua harus bahu- membahu untuk mencapai target ini,” ujarnya.
Wilayah Jawa Barat yang kerap disebut seperlima jumlah penduduk Indonesia maka punya populasi balita cukup besar.
Apalagi kalau Jabar bisa menurunkan stunting secara signifikan, maka tentu prevalensi di tingkat nasional juga menurun signifikan.
“Jangan dibiarkan balita kita terlanjur stunting,” katanya.
Untuk itu, anak harus diberikan protein hewani, yang mana ini sangat berarti meningkatkan daya tahan balita.
“Bahkan sebelum ibu menikah, itu harus kita cek dulu kalau seumpamanya calon ibu kurang darah harus diberikan Tablet Tambah Darah (TTD) dulu,” ucapnya.
Tak hanya itu, angka pernikahan dini pada usia 15- 19 tahun pun perlu ditekan sedemikian rupa.
Dengan begitu calon ibu melahirkan anak di atas usia 20 tahun, sehingga lebih siap dan dapat mengurangi hal-hal gejala gagal tumbuh.
Atas berbagai upaya dan capaiannya, Pemda Provinsi Jabar telah diganjar penghargaan terkait penurunan stunting se- Pulau Jawa dari BKKBN Pusat.
“Ini karena penuruan stunting yang cukup signifikan dari tahun 2021 ke 2022,” kata Setiawan.
Sejalan itu, Pemdaprov Jabar turut menganugerahkan penghargaan kepada sejumlah Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) kabupaten/kota yang dianggap berhasil dalam penurunan stunting di atas 10 persen.
Adapun terkait intervensi digital, Kabupaten Sumedang dianggap sebagai kabupaten yang berhasil menerapkan SPBE dan menjadikannya sebagai basis data untuk program penurunan stunting.
“Sesuai arahan presiden, aplikasi bertajuk “Simpati” yang dikelola Sumedang perlu direplikasi oleh instansi lainnya baik di lingkup Pemda Provinsi Jabar, bahkan hingga di kementerian,” pungkasnya.
(Budiana Martin/Anthik)