JAKARTA,FOKUSJabar.id: Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Rumadi Ahmad menilai, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru lebih mampu melindungi kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Hal ini disampaikan lantaran adanya sejumlah masyarakat yang berpendapat bahwa KUHP baru tersebut berpotensi mengancam kebebasan beragama dan keyakinan.
Menurutnya, pendapat itu menyesatkan karena tidak disertai penjelasan konkret mengenai aspek mana yang menjadi ancaman.
BACA JUGA: Bareskrim Amankan Tersangka Korupsi Anak Usaha Jakpro
“Jika yang dimaksud terkait dengan delik keagamaan sebagamana diatur dalam pasal 300-305, pendapat tersebut tidak sepenuhnya tepat,” kata Rumadi, Selasa (13/12/2022).
Rumadi mengatakan, delik keagamaan dalam KUHP baru telah diatur dengan formulasi yang jauh lebih baik.
Sebab lebih condong menyikapi perbuatan yang bersifat permusuhan, kebencian, menghasut untuk melakukan kekerasan serta diskriminasi terhadap agama, kepercayaan orang lain, golongan atau kelompok atas dasar agama dan kepercayaan.
Terlebih lagi, perbuatan itu disertai dengan usaha untuk menghindari adanya kata atau kalimat yang bersifat permusuhan, kebencian, bahkan hasutan. Hal ini untuk menghindari adanya kemungkinan penyalahgunaan dalam pelaksanaannya.
“Penjelasan ini penting karena selama ini delik keagamaan diterapkan secara eksesif,” katanya.
Dia menyebut, delik keagamaan dalam KUHP ini justru melindungi kelompok minoritas terutama penganut penghayat kepercayaan yang tidak ada dalam KUHP lama.
Hal itu, kata Rumadi, terbukti dalam judul judul BAB VII yang memuat 6 pasal (300-305), yaitu Tindak Pidana terhadap Agama, Kepercayaan, dan Kehidupan Beragama atau Kepercayaan.
Berdasarkan fakta-fakta yang dibeberkannya, Rumadi tidak membenarkan jika KUHP baru dinarasikan sebagai ancaman terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Kemudian, KUHP baru juga memberi perlindungan serta jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan yang jauh lebih baik dari yang lama. Ia mencontohkannya dengan KUHP baru, yang sudah tidak memuat lagi norma penodaan agama.
“Contohnya, pada KUHP baru sudah tidak lagi memuat norma ‘Penodaan Agama’ sebagaimana di dalam KUHP lama yang banyak dipersoalkan kalangan aktivis,” ujar dia.
“Siapapun yang mengikuti dengan cermat proses pembahasan delik keagamaan, akan melihat dengan jelas adanya perbaikan-perbaikan secara substansial dari yang lama,” pungkasnya.
(Agung)