JAKARTA,FOKUSJabar.id: Berbagai elemen masyarakat sipil melakukan aksi penolakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (5/12/2022) siang.
Masyarakat menilai RKUHP masih mencantumkan pasal-pasal bermasalah sebelum disahkan.
Penolakan ini karena pengesahan RKUHP sudah di depan mata. Disebutkan, DPR akan mengesahkan RKUHP menjadi undang-undang Selasa besok, 6 Desember 2022, dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-II tahun sidang 2022-2023, sekitar pukul 10.00 WIB.
Koordinator lapangan dari Trend Asia, Adhitiya Augusta Triputra menjelaskan, hal-hal yang disampaikan oleh aksi ini mengenai penolakan pengesahan RKUHP yang rencananya akan dilakukan tanggal 6 Desember besok, saat rapat paripurna.
BACA JUGA: Utusan AS untuk LGBT Batal Datang ke Indonesia
Aksi yang dilakukan juga bersifat simbolik seperti tabur bunga, mengirim karangan bunga, dan membentangkan spanduk besar.
“Yang akan disampaikan oleh aksi ini adalah ada beberapa pasal bermasalah yang masih dimuat di RKUHP seperti pasal-pasal anti demokrasi, membungkam pers, mengatur ruang privat masyarakat, diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok marginal, mengancam keberadaan masyarakat adat,” kata dia, seperti dilansir IDN.
Berikut sejumlah elemen masyarakat sipil yang menggelar aksi hari ini untuk menolak pengesahan RKUHP:
- YLBHI
- LBH Jakarta
- Trend Asia
- BEM Kema Unpad
- Greenpeace Indonesia
- BEM SI Kerakyatan
- HRWG
- BEM UI
- BEM STH Indonesia Jentera
- Aliansi Jurnalis Independent
- Imparsial
- KontraS
- Walhi
- ICEL
- PBHI
- HuMa
- LBHM
- Dompet Dhuafa
- Bangsa Mahasiswa
- YIFoS Indonesia
Hal lain yang disampaikan dalam aksi ini juga terkait ancaman terhadap masyarakat adat, mengembalikan pasal-pasal subversif dan anti demokrasi, membangkang putusan MK, masalah pidana, dan ancaman ruang privat dalam rumah, masalah buruh, mahasiswa, petani, rakyat yang dirampas ruang hidupnya dan siapapun yang berjuang dengan demonstrasi.
Mereka juga menyuarakan soal hukum yang tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas, menjerat kejahatan perusahaan atau korporasi, serta upaya memutihkan dosa negara dengan menghapuskan unsur retroaktif pada pelanggaran HAM berat.
(Agung)