JAKARTA,FOKUSJabar.id: Adik Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Mahareza Rizky Hutabarat (Reza) hanya bisa menangis pada Jumat malam, 7 Juli 2022 ketika ia dikabarkan sang kakak tewas akibat baku tembak.
Saat itu Reza berada di ruang kerja eks Karo Provos Divisi Propam, Brigjen Benny Ali
Dia terkejut ketika mendengar penyebab sang kakak bisa terlibat baku tembak dengan Richard Eliezer atau Bharada E.
Apalagi Benny turut menyebut Brigadir J sempat melakukan pelecehan seksual kepada istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
BACA JUGA: Dilantik Jokowi jadi Wakil Ketua KPK, ini Komitmen Johanis Tanak
“Ekspresi saya waktu itu cuma bisa menangis. Ketika dia menjelaskan, saya cuma bisa diam. Lalu, dia (Brigjen Benny) pamit karena ada keperluan lain. Tapi, pikiran saya ketika itu gak bisa diungkapkan lagi. Sedih iya, ada rasa gak percaya juga. Sempat berpikir kok bisa terjadi seperti ini,” kata Reza ketika berbicara di program Rosi yang tayang di YouTube Kompas TV pada Kamis malam, 27 Oktober 2022.
Kebingungan lain yang dirasakan Reza ketika itu adalah cara ia mengabarkan kematian kakaknya kepada kedua orang tua mereka di Sumatra Utara. Reza seperti memikul beban berat lantaran tak ada siapa pun yang bisa diajak bertukar pikiran.
Dalam wawancara itu, Reza sesungguhnya ingin menyampaikan banyak pertanyaan soal peristiwa kematian kakaknya kepada para atasan. Tetapi, nyalinya ciut ketika itu.
“Ada rasa takut dan gak berani. Salah satunya karena hierarki dan terdoktrin itu sih,” tutur anak bungsu di keluarganya itu.
Akhirnya, Reza memilih menghubungi kakak perempuannya yang bernama Yuni. Ia sempat berpesan agar sedikit menjauh dari kedua orang tua saat mengabarkan Brigadir J telah tiada. Namun, pembicaraan itu akhirnya didengar kedua orang tua Reza.
“Saya gak kuat jeritan Mama di telepon. Langsung saya buru-buru matiin teleponnya. Lalu, bapak telepon lagi. Saya bilang akan saya jelaskan saat sudah tiba di Jambi,” katanya.
Reza akhirnya berangkat menuju ke RS Polri di Kramat Jati pada Jumat malam. Ia berada di sana hingga Sabtu dini hari.
Namun, Reza merasa kesal dan marah lantaran tak dibolehkan oleh komandannya melihat jenazah Brigadir J untuk kali terakhir. Padahal, dokter forensik yang melakukan autopsi membolehkan Reza menengok jenazah sang kakak.
“Izin komandan, apakah saya boleh memakaikan pakaian almarhum untuk yang terakhir kali?” tanya Reza.
Lalu, Reza diminta menunggu di luar ruang autopsi karena anggota kepolisian itu harus meminta izin ke atasannya. Namun, tak diberikan respons.
Reza pun sampai harus meminta izin ke atasannya hingga empat kali agar diberi akses melihat jenazah Brigadir J.
“Sudah kamu tunggu di sini saja. Itu (almarhum) sedang dipakaikan celananya,” kata komandan itu merespons izin Reza.
Reza pun sempat kesal dan mulai ngotot meminta izin bisa melihat jenazah Brigadir J. “Komandan, saya ini adik kandungnya lho. Saya keluarga satu-satunya di Jakarta. Saya ingin memakaikan pakaian almarhum saja untuk terakhir kali,” kata Reza ngotot.
Reza pun sempat kesal dan mulai ngotot meminta izin bisa melihat jenazah Brigadir J.
“Komandan, saya ini adik kandungnya lho. Saya keluarga satu-satunya di Jakarta. Saya ingin memakaikan pakaian almarhum saja untuk terakhir kali,” kata Reza ngotot.
Penolakan juga diterima Reza ketika ia meminta izin agar dapat mengangkat jenazah Brigadir J dan dimasukkan ke dalam peti mati. Reza akhirnya hanya dapat diizinkan mendoakan Brigadir J di depan peti matinya. Ia kemudian berangkat ke Jambi untuk memakamkan jenazah sang kakak.
Lebih lanjut, Reza mengklarifikasi bahwa ia dimutasi ke Polda Jambi bukan karena dampak kasus kematian Brigadir J. Reza bersedia dimutasi atas permintaan Brigadir J. Menurut sang kakak, harus ada salah satu dari mereka yang betugas di Jambi untuk bisa menjaga kedua orang tua di Sungai Bahar.
“Itu sudah diatur jauh sebelumnya, ketika abang Yosua masih hidup. Abang waktu itu sempat bilang ‘Dek, kamu balik aja ya ke Jambi. Gak enak lah kita laki-laki ada di Jakarta semua. Siapa yang jagain mereka di Jambi.’ Saya ikut aja rencanaAbang Yosua,” tutur Reza menirukan pernyataan kakaknya ketika itu.
Ia pun tak menampik proses mutasinya bisa dipermudah karena ada campur tangan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Putri pada 1 Juli 2022 sempat berbincang dengan Reza. Ia mengatakan nama Reza sudah ada di Telegram Rahasia (TR) dan segera dimutasi ke Jambi.
Reza pun mengaku masih tetap ingin berkarier di kepolisian meski sang kakak tewas di tangan jenderal Polri. Ia percaya masih banyak orang baik di instansi Bhayangkara. Selain itu, ia tak ingin menyia-nyiakan perjuangan Brigadir J yang telah membantunya lolos ke instansi kepolisian.
“Karena ini kan perjuangan abang, mama, bapak dan kakak. Saya bertahan juga untuk mereka. Saya takut kalau saya keluar dari Polri apakah abang akan berkenan. Padahal, dia sudah merelakan waktu begitu banyak dan membantu untuk jadi polisi,” kata Reza.
“Saya sampai dua kali ikut tesnya. Apalagi kalau diingat-ingat perjuangan untuk mengurus berkas dari rumah ke Polres. Kami harus menempuh jarak hampir 3,5 jam dengan motor. Kami harus melalui jalan yang dilewati truk-truk besar,” tutur dia lagi.
Reza menyebut dua personel Polri yang diyakini masih baik dan berintegritas adalah Kapolri, Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dan mantan Kapolda Jambi, Irjen (Pol) Albertus Rachmad Wibowo.
“Pak Rachmat itu baik banget. Dia memberikan dukungan ke keluarga sehingga keluarga kami tidak sendirian. Komandan-komandan yang lain juga peduli kepada keluarga kami,” ujarnya.
Itu sebabnya, ketika Rachmat pindah tugas ke Palembang, keluarga Brigadir J menghadiahinya kain ulos. Reza mengaku bakal tetap berkarier di kepolisian karena yakin masih banyak polisi yang baik di sana.
(Agung)