BANDUNG,FOKUSJabar.id: Kementerian Sosial (Kemensos) RI mencabut izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tahun 2022. Pencabutan izin berkaitan dengan dugaan adanya indikasi pelanggaran yang dilakukan ACT.
Pencabutan izin dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani Menteri Sosial Ad Interim, Muhadjir Effendi, Selasa (5/7/2022).
“Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut,” kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi dalam keterangan tertulis seperti dilansir detikcom, Rabu (6/7/2022).
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan ada aliran dana ACT ke jaringan teroris Al-Qaeda. Dugaan ini disimpulkan usai mengkaji data ACT dan menemukan nama 19 orang yang ditangkap kepolisian di Turki karena diduga terkait dengan Al-Qaeda.
Selain itu, PPATK pun mengungkap sejumlah hal mengejutkan terkait polemik donasi ACT itu. Hasil pengungkapan PPATK terkait aliran donasi ACT tersebut disampaikan langsung Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Rabu (6/7/2022).
BACA JUGA: Modus Motivator JE Sebelum Tiduri Korban: Kamu Akan Jadi Sesuatu
Berikut beberapa hal atas temuan dari PPATK terkait aliran donasi ACT seperti dirangkum detikcom.
1. Transaksi 60 Rekening atas Nama ACT Disetop
PPATK menghentikan sementara transaksi keuangan di 60 rekening atas nama Yayasan ACT. Rekening itu terdapat di 33 penyedia jasa keuangan.
“Per hari ini, PPATK menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama entitas yayasan tadi di 33 penyedia jasa keuangan sudah kami hentikan,” kata Ivan.
Penghentian, lanjut dia, tidak ditujukan untuk menghentikan publik berbagi. Pesan dari penghentian tersebut, karena ada risiko jika publik tidak paham jika entitas tadi merupakan entitas kredibel atau tidak.
“Atau publik tidak paham pengurus-pengurusnya, atau publik tidak paham ke mana dana tersebut kemudian dikelola para pengurusnya,” kata dia.
2. Alasan PPATK Baru Bekukan 60 Rekening ACT
Penghentian sementara transaksi keuangan pada 60 rekening atas nama Yayasan ACT diakui PPATK karena pihaknya baru menerima data tambahan sehingga baru melakukan tindakan pembekuan.
“Pasca-pemberitaan memang semakin banyak laporan disampaikan kepada PPATK karena pihak pelapor mendapat data tambahan yang sebelumnya belum diminta PPATK dalam rangka melakukan upaya analisis dan pemeriksaan yang dilakukan PPATK sesuai dengan kewenangan,” kata Ivan.
Usai mendapatkan data tambahan, PPATK akan berinisiatif melakukan pembekuan rekening ACT yang diklaim sudah dilakukan secara bertahap sebelumnya. Pemblokiran rekening atas nama ACT, kata Ivan, dilakukan agar pihaknya bisa melakukan analisis lebih lanjut untuk melihat ada tidaknya penyimpangan aliran dana.
“Ini bukan kita bicara telat atau tidak, kesiapan dokumen yang kita miliki dan pengetahuan PPATK terhadap data yang mulai diketahui. Ini sekaligus untuk secara proporsional PPATK melakukan analisis maupun pemeriksaan untuk menentukan ada atau tidaknya dugaan pelanggaran atau penyimpangan dari pengelolaan dana yayasan tersebut,” dia menerangkan.
3. Dana Dihimpun ACT Dikelola Bisnis Dulu
Ivan mengatakan, di atas Yayasan ACT terdapat entitas bisnis yang melakukan kegiatan usaha. Dana yang dihimpun ACT itu, disebut Ivan, dikelola secara bisnis lebih dulu sebelum disalurkan ke penerima donasi.
“Ada transaksi memang yang dilakukan secara masif, tapi terkait dengan entitas yang dimiliki oleh si pengurus tadi. Jadi kita menduga ini merupakan transaksi yang dikelola business to business, jadi tidak murni penerima menghimpun dana kemudian disalurkan. Tapi dikelola dulu di dalam bisnis tertentu dan di situ tentunya ada revenue ada keuntungan,” Ivan menerangkan.
PPATK pun menemukan jika ACT berafiliasi dengan sejumlah perusahaan dalam bentuk perusahaan terbuka (PT) yang didirikan pendiri lembaga tersebut. Selain itu, PPATK menemukan yayasan-yayasan lain yang berafiliasi dengan ACT dan tidak hanya terkait dengan pengumpulan zakat.
“PPATK juga mendalami terkait dengan bagaimana struktur entitas tadi atau kepemilikan yayasan dan bagaimana mengelola pendanaan dan segala macam, memang PPATK melihat bahwa entitas yang kita lagi bicarakan ini itu terkait dengan beberapa usaha yang dimiliki langsung oleh pendirinya, ada beberapa PT di situ, itu dimiliki langsung oleh pendirinya dan pendirinya termasuk orang yang terafiliasi karena menjadi salah satu pengurus,” Ivan menuturkan.
“Lalu ada yayasan-yayasan lain, tidak hanya terkait dengan zakat, ada juga terkait dengan kurban, dan tentunya terkait dengan wakaf,” Ivan menambahkan.
PPATK pun menemukan ada anak perusahaan investasi yang berafiliasi dengan ACT. Bahkan ada satu perusahaan yang dalam waktu 2 tahun melakukan transaksi dengan nilai lebih dari Rp30 milyar dengan ACT. Dan pemilik perusahaan itu diungkapnya terafiliasi dengan pengurus ACT.
4. Transfer Duit Karyawan ACT Berpotensi Terkait Terorisme
Transaksi yang dilakukan ACT ke sejumlah negara, selain atas nama Yayasan, juga ada kiriman dana melalui individu dari pengurus hingga karyawan ACT. Salah satu pengurus ACT, kata Ivan, pernah mengirim dana Rp500 juta ke beberapa negara pada periode 2018-2019 seperti ke Turki, Kyzikstan, Bosnia, Albania, dan India.
“PPATK melihat ada beberapa, selain yayasan entitas, yayasan yang melakukan pengelolaan dana, ada beberapa individu di dalam yayasan yang juga secara sendiri-sendiri melakukan transaksi ke beberapa negara dan ke beberapa pihak. Kepentingannya untuk apa, masih diteliti lebih lanjut,” kata Ivan.
Ivan menambahkan, karyawan ACT melakukan transaksi ke luar negeri dengan nominal mencapai Rp 1,7 milyar dan dikirim ke negara-negara berisiko tinggi.
“Beberapa transaksi dilakukan secara individual oleh para pengurus dan kemudian ada juga salah satu karyawan melakukan selama periode 2 tahun melakukan transaksi ke pengiriman dana ke negara-negara berisiko tinggi dalam hal pendanaan terorisme. Seperti beberapa negara yang ada di sini dan 17 kali transaksi dengan nominal Rp1,7 milyar, antara Rp10 juta sampai dengan Rp552 juta. Jadi kita melihat masing-masing melakukan kegiatan sendiri-sendiri ke beberapa negara,” kata Ivan.
5. Pegawai ACT Transfer Dana ke Orang Terkait Al-Qaeda
Terkait transaksi keuangan dari karyawan ACT ke negara-negara yang berisiko tinggi, PPATK pun menjelaskan soal hasil temuannya itu. Dari hasil koordinasi dan hasil kajian, penerima dari transaksi keuangan yang dilakukan karyawan ACT itu terindikasi berafiliasi dengan organisasi terorisme, Al-Qaeda. Sang penerima, kata Ivan, pernah ditangkap pemerintah Turki.
“Beberapa nama yang PPATK kaji, berdasarkan hasil koordinasi dan hasil kajian dari database yang PPATK miliki itu ada yang terkait dengan pihak yang… ini masih diduga ya, patut diduga terindikasi. Dia yang bersangkutan pernah ditangkap menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Al-Qaeda, penerimanya,” Ivan menegaskan.
PPATK pun masih mendalami lebih lanjut perihal temuan ini. Apakah transaksi keuangan yang dilakukan untuk aktivitas selain donasi atau hanya kebetulan. Selain itu ada yang lain yang secara tidak langsung terkait dengan aktivitas-aktivitas yang patut diduga melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. 10 Negara Paling Banyak Terlibat Transaksi Dana Terkait ACT
Dari aliran dana ACT, berdasarkan temuan PPATK, setidaknya ada 10 negara yang menjadi tujuan pengiriman atau pengirim dana yang paling besar ke yayasan donasi tersebut. Data itu berdasarkan transaksi pada 2014-2022.
Ivan mengatakan, PPATK mendeteksi ada 2.000 kali pemasukan dari entitas asing ke ACT dengan total nilai mencapai Rp64 milyar.
“Lalu kemudian ada dana keluar tentunya dari entitas ini ke luar negeri itu lebih dari 450 kali, angkanya Rp52 miliar sekian. Jadi memang, kegiatan dari entitas yayasan ini terkait dengan aktivitas di luar negeri, karena bantuan bisa dilakukan di mana saja,” Ivan menerangkan.
Dari transaksi ke 10 negara yang dimaksud, lanjut dia, ada potongan yang dilakukan dalam transaksi. Ke-10 negara tersebut diantaranya Jepang, Turki, Inggris, Malaysia, Singapura, Amerika, Jerman, Hong Kong, Australia, dan lain-lain.
“Kepada pihak-pihak tertentu dipotong, nilainya paling rendah itu adalah Rp700 juta ke atas, itu kita melihat ada 16 entitas di dalam negeri, individu maupun lembaga asing yang menerima dana dan teraliri atau pihak terafiliasi. Kemudian 10 negara terbesar yang terafiliasi dana keluar antara lain Turki, China, Palestina, dan beberapa negara lain. Itu yang paling besar,” kata dia.
Terlepas dari enam temuan tersebut, Ivan mengaku masih ada transaksi lain yang masih perlu didalami. Pendalaman perlu dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas terlarang atau tidak terkait transaksi itu.
(Ageng)