JAKARTA,FOKUSJabar.id: Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Ketahanan Industri Obat dan Alat Kesehatan, Laksono Trisnantoro mengatakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengupayakan operasi bedah robotik jarak jauh atau robotic telesurgery bagi masyarakat Indonesia.
Sebagai pilot project, ada dua unit robot bedah jarak jauh dengan merek Sina di RS Hasan Sadikin Bandung dan RS Sardjito Yogyakarta.
“Ada berbagai cara untuk meratakan pelayanan kesehatan. Jadi penggunaan robotic telesurgery ini adalah salah satu cara yang Kementerian Kesehatan coba lakukan,” kata Laksono, Jumat (7/1/2022).
Laksono berharap dengan dukungan teknologi tersebut, operasi bedah bisa dilakukan di semua wilayah Indonesia.
BACA JUGA: Menkes Segera Terbitkan Regulasi Riset Ganja Medis
Praktik bedah robotik jarak jauh atau robotic telesurgery memiliki operator yang mengendalikan console dengan posisi jarak yang jauh dari lengan robotik dan pasiennya.
Operasi jarak jauh bisa dilakukan berbeda ruangan di RS yang sama atau di lokasi RS yang berbeda, bahkan bisa berbeda pulau, negara, hingga benua.
“Keuntungan dari telesurgery adalah dokter bedah tidak perlu datang ke daerah terpencil, daerah bencana, atau daerah konflik untuk dapat melakukan pembedahan kompleks yang tidak dapat dilakukan oleh dokter bedah di daerah tersebut,” kata dia, seperti dilansir IDN.
Laksono menjelaskan, bedah robotik jarak jauh dikendalikan secara remote. Posisi dokter bedah pun sangat ergonomis dan tidak melelahkan.
Selain itu, gerakan instrumen robotik sangat fleksibel karena terdapat tujuh arah derajat kebebasan gerak.
Jenis operasi yang bisa dilakukan antara lain bedah thoraks (pembedahan jantung dan paru), bedah digestif (kolesistektomi, appendektomi, reseksi kolon, reseksi gaster, pembedahan bariatrik, reseksi pankreas, liver, limpa), bedah urologi (pembedahan pada ginjal, kandung kencing, prostat), dan ginekologi (myoma uteri, kista ovarium, endometriosis).
Dokter Spesialis Bedah Digestif RS Hasan Sadikin Bandung Reno Budiman mengatakan, bedah robotik sebetulnya merupakan perpanjangan tangan dokter bedah tapi dengan akurasi yang lebih tinggi.
“Jadi karena robotnya itu tidak bergerak sendiri, tetap harus ada operator yang mengendalikannya dan itu harus seorang dokter spesialis bedah. Robot ini memiliki gerakan yang lebih akurat dan lebih presisi sehingga pembedahan dilakukan dengan luka sekecil mungkin. Proyek Kemenkes ini tidak hanya untuk menyediakan layanan kesehatan tapi juga untuk pendidikan dan pelatihan,” kata Reno.
Reno mengatakan, bedah robotik jarak jauh merupakan proyek jangka panjang. Roadmap yang dijalankan oleh Kemenkes saat ini baru dalam tahap pelatihan para dokter bedah untuk menggunakan simulator.
Langkah berikutnya adalah latihan menggunakan hewan percobaan, setelah itu uji kelaikan sambil mengembangkan fasilitas telesurgery tersebut.
“Jangkauan telesurgery ini tergantung pada kemampuan bandwidth dari telekomunikasinya. Selama bandwidth-nya bagus, bukan tidak mungkin dokter operasi di Jakarta pasiennya di Indonesia Timur. Syaratnya memang fasilitas bandwidth telekomunikasi yang baik,” kata dia.
Reno mengatakan, pembedahan robotik jarak jauh bisa dilakukan pada stadium awal penyakit seperti tumor stadium awal. Namun jika sudah menyebar, operasi dengan robotik jarak jauh sulit dilakukan.
Pelatihannya pun, kata dia, masih menggunakan simulator. Satu dokter dilatih dalam waktu 20 jam, yang 2 jam per harinya harus menyelesaikan tugas-tugas di simulator.
“Ada 14 tugas yang betul-betul melatih keterampilan tangan dan visual mata dokter. Pelatihan dimulai sejak Maret 2022. Target dokter yang dilatih dalam program ini sebanyak 40 dokter dalam setahun,” ujarnya.
(Agung)