JAKARTA,FOKUSJabar.id: Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) turut berkontribusi dalam mendukung Presidensi G20 Indonesia. Perpusnas melalui Perpusnas Press, akan menerbitkan buku terkait G20.
Buku antologi tersebut merupakan hasil tulisan dari 150 penulis dari beragam profesi. Mereka berasal dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Kepala Biro Hukum, Organisasi, Kerja Sama, dan Hubungan Masyarakat, Perpusnas, Sri Marganingsih mengatakan, Presidensi G20 Indonesia merupakan peristiwa penting yang harus didukung seluruh elemen masyarakat Indonesia. Perpusnas sangat berkepentingan menyukseskan perhelatan G20 sesuai dengan peminatan dan kapasitasnya. Gagasan dan ide dalam buku itu pun merupakan bagian dari kolaborasi Perpusnas, Rumah Produktif Indonesia, dan para penulis.
“Hasil tulisan ini rencananya akan dibukukan dan diterbitkan Perpusnas Press untuk menjadi karya yang membumikan narasi agar mendapat perhatian dan dukungan masyarakat serta sebagai masukan dalam perhelatan G20,” kata Sri dalam talkshow dengan tema ‘Perpusnas dan Penulis untuk G20’, Senin (23/5/2022).
Pada tahun ini, Indonesia secara resmi memegang Presidensi G20 selama setahun penuh, dimulai pada 1 Desember 2021 hingga Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada November 2022. Serah terima presidensi dari Italia (selaku Presidensi G20 2021) kepada Indonesia dilakukan secara langsung pada 31 Oktober 2021 di Roma, Italia.
BACA JUGA: Soal Pelayanan, Ini Janji Dirut RSUD Ciamis
Dalam talkshow yang digelar sebagai bagian dari rangkaian 42 Tahun Perpusnas, turut hadir editor buku yang juga penulis, Yanuardi Syukur. Dia mengatakan, tulisan yang masuk memiliki beragam tema. Mulai dari isu lingkungan, agama, hubungan internasional, pendidikan, kearifan lokal, dan ekonomi kreatif.
“Buku ini sangat memperkaya pengetahuan kita. Tidak hanya memperkaya untuk para pembaca, tapi juga memperkaya perspektif bagi para elite yang nanti akan mengambil keputusan berkaitan dengan G20,” kata Yanjuardi.
Pria yang masih aktif menulis ini menambahkan, tulisan-tulisan tersebut merupakan masukan dari masyarakat untuk para kepala negara yang akan melakukan KTT di Bali. Dosen di Universitas Khairun, Ternate ini pun menjelaskan, buku antologi yang sedang dalam proses pengeditan merupakan perwujudan sila ketiga Pancasila.
“Kita bersatu dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Ada semua itu, bersama-sama untuk menulis dan berkontribusi untuk Indonesia,” dia menegaskan.
Yanuardi mengajak masyarakat, khususnya para penulis, untuk menyebarkan konten yang baik dan kreatif sebagai upaya mendukung Indonesia yang mendapatkan kepercayaan sebagai Presidensi kemitraan multilateral 20 negara maju dunia tersebut.
Sementara salah seorang penulis, Herman Oesman mengulas isu lingkungan di daerah asalnya, Maluku Utara. Dalam tulisannya, dosen sosiologi FISIP Universitas Muhammadiyah Maluku Utara tersebut mengungkapkan, Maluku Utara merupakan salah satu daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia pada 2021 yakni sebesar 16,4 persen dan para triwulan pertama 2022 sebesar 7,10 persen.
Industri pengolahan, pertambangan dan penggalian menjadi penyumbang terbanyak bagi pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara. Namun mirisnya, masyarakat yang berada di wilayah tambang justru dililit kemiskinan dan stunting.
“Lewat G20 ini, lewat tulisan yang kita support dari penerbitan buku ini, diharapkan akan ada pikiran-pikiran atau kesadaran baru ternyata lingkungan yang ada di daerah-daerah yang jauh dari kekuasaan itu harus juga menjadi bahan perhatian utama, terutama para elite,” Herman menjelaskan.
Dia mengapresiasi Perpusnas yang telah mengambil peran untuk mengenalkan G20 ke seluruh masyarakat Indonesia, melalui tulisan dan buku. “Semoga talkshow ini memberikan resonansi yang begitu kuat, terutama kami, para penulis yang ada di daerah lokal, terutama dalam mendorong keberaksaraan dan literasi digital,” kata dia.
Penulis lainnya, Sitta Rosdaniah mengungkapkan, tulisannya mengambil tema mengenai ketahanan pangan. Koordinator Analisis Ekonomi dan Sektor Industri Kementerian BUMN ini mengulas kebijakan subsidi pertanian untuk ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Sitta, yang terlibat dalam lembaga Think Tank G20, Think 20 (T20) menyoroti efektivitas subsidi pertanian yang tujuan utamanya ketahanan pangan. Timnya menemukan beberapa tendensi subsidi pertanian yang saling menghapus dengan tujuan utama.
“Salah satu contohnya, kebijakan untuk mendorong peningkatan produksi pertanian dengan memberikan subsisi pupuk. Apakah ini efektif? Ternyata dari data yang kami lihat di Think 20, ada dampak kerusakan kualitas tanah kita, tempat kita melakukan produksi pangan. Ini sangat berbahaya kalau diteruskan. Padahal tujuan subsidi pupuk ini untuk membantu petani kecil,” kata Sitta.
Dia menambahkan, tim T20 Indonesia menggali kebijakan subsidi pertanian dari negara maju lainnya yang berwawasan lingkungan dengan tidak merusak kualitas tanah, dan menurunkan emisi global. “Sehingga efek perubahan iklim bisa dikendalikan,” dia menegaskan.
(Ageng)