JAKARTA,FOKUSJabar.id: Pernyataan Ketua DPR Puan Maharani yang mendesak kejaksaan agung mengusut tuntas kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (Crued Palm Oil) dan turunannya patut diapresiasi.
Kendati begitu, Puan juga perlu mendorong fungsi pengawasan di DPR untuk membenahi tata niaga minyak goreng. Demikian disampaikan Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi melalui rilis yang diterima.
Dia menilai bahwa desakan ketua DPR dan larangan ekspor CPO beserta turunannya oleh Presiden Joko Widodo secara psikologis bisa menenangkan pasar.
BACA JUGA: DPD RI Dukung Kejagung Usut Tuntas Persoalan Minyak Goreng
“Secara psikologis itu akan mampu menenangkan pasar. Tetapi tidak akan mampu menurunkan harga secara signifikan,” kata Fithra di Jakarta.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani pun mengingatkan pemerintah agar membenahi seluruh tata niaga minyak goreng dari hulu sampai hilir.
Pemerintah harus membenahi struktur pasar dan struktur industri minyak goreng, termasuk penguasaan dari hulu ke hilir. Hal itu dinilainya bisa menyelesaikan masalah minyak goreng ke depannya.
Fithra juga mengungkap permasalahan CPO bukan masalah supply and demand semata, lebih dari itu masalah tata kelola. Produksi CPO Indonesia masih dalam kondisi surplus.
Persoalan utamanya adalah tata kelola, tidak ada koneksi antara produsen minyak goreng dan produsen CPO.
Produsen minyak goreng harus membeli CPO dengan harga pasar internasional.
Apalagi, kata dia, saat ini pemerintah seakan tidak punya kontrol pada suplai. Menurut dia, dalam jangka pendek, pemerintah bisa melakukan intervensi pada persoalan tersebut dengan impor minyak goreng dari Malaysia, sembari membenahi tata kelola minyak goreng dari hulu ke hilir.
Pengawasan DPR
Pengamat Ekonomi dari Indef Dzulfian Syafrian berharap DPR memperkuat pengawasan terhadap pembenahan tata kelola komoditas minyak sawit dan turunannya.
Dia menyambut baik inisiasi Ketua DPR-RI Puan Maharani yang hendak memanggil Kementerian Perdagangan pekan depan.
“Anggota DPR kita pilih untuk mengawasi, dan dalam beberapa tahun terakhir ini kebijakan yang paling merugikan masyarakat luas, semestinya DPR harus mengontrol betul,” kata Dzulfian.
Terkait kebijakan larangan ekspor CPO dan turunannya, Dzulfian mengatakan hal itu justru potensial memunculkan pasar gelap. Mestinya upaya pemenuhan kebutuhan dalam negeri dengan tidak melarang ekspor.
“Maka yang harus dilakukan memenuhi kebutuhan di dalam itu tetapi bukan dengan cara dilarang ekspornya, malah itu bikin black market, smuggling, pasal gelap, nanti malah kita rugi dua kali,” kata dia.
Sementara itu, Harga minyak goreng di pasaran masih tinggi. Berdasarkan pantauan di sejumlah laman minimarket wilayah jabodetabek, satu liter harga minyak goreng dibanderol mulai Rp25 ribu, sedangkan untuk ukuran 2 liter, dijual mulai Rp48 ribu.
Bahkan ada yang dijual hingga Rp52 ribu per 2 liter untuk beberapa merek minyak goreng tertentu.
Begitupun berdasarkan pengamatan di minimarket sekitar Jakarta, harga minyak goreng dua liter mulai dari Rp 48 ribu sampai dengan Rp 54 ribu.
(LIN)