TASIKMALAYA,FOKUSJabar.id: Sebanyak 27 kecamatan dari total 39 kecamatan di wilayah administrasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya masuk wilayah hukum Polres Tasikmalaya. Sisanya, yakni 12 kecamatan berada di wilayah hukum Polres Tasikmalaya Kota.
Dengan alasan koordinasi dan kemudahan pelayanan, Forum Tasikmalaya Utara Bangkit (FTUB) meminta pemerintah daerah mengkaji ulang cakupan wilayah hukum.
FTUB meminta penyesuaian wilayah hukum dengan wilayah administrasi. Dengan kata lain, seluruh wilayah administrasi Pemkab Tasikmalaya masuk ke dalam wilayah hukum Polres Tasikmalaya.
“Kami meminta DPRD Kabupaten Tasikmalaya sebagai wakil rakyat untuk mendorong kembali pemerintah daerah mengkaji ulang pembagian wilayah hukum serta memperjuangkannya hingga tuntas,” kata Sekretaris FTUB, Dian Budianto, Selasa (22/3/2022).
Menurutnya, adanya satu wilayah hukum dalam satu wilayah administrasi akan membuat pola koordinasi berjalan dengan lebih mudah. Dia merasakan, masyarakat terkesan tidak menjadi prioritas baik dalam pelayanan hukum maupun pembinaan tentang pemahaman hukum.
“Perlu dipertegas kembali, DPRD harus mendorong pemerintah daerah agar mengkaji ulang soal wilayah hukum seiring dengan menggeliatnya dorongan masyarakat untuk pindah wilayah hukum ke Polres Tasikmalaya,” dia menegaskan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Demi Hamzah Rahadian mengatakan, secara yuridis wilayah administrasi Kabupaten Tasikmalaya dibagi menjadi dua daerah hukum atau berada dalam naungan dua Polres. Pembagian dua wilayah hukum tersebut, saat ini sudah tidak lagi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan alasan tersebut serta pertimbangan telah adanya dukungan infrastruktur yang memudahkan masyarakat mengakses Polres Tasikmalaya dengan segala kapasitasnya saat ini, kata dia, maka pemerintah daerah sejatinya menginisiasi perubahan daerah hukum.
BACA JUGA: Wabup Sumedang Optimistis Sengketa Tol Cisumdawu Selesai di Tangan Ketua DPD RI
“Itu perlu dilakukan demi kepentingan keamanan, ketertiban umum, perlindungan dan pengayoman masyarakat serta peningkatan pelayanan publik,” kata politikus PDI Perjuangan Kabupaten Tasikmalaya ini.
Jika membaca historis pemekaran kabupaten dan kota, Demi mengatakan, Kabupaten Tasikmalaya sebagai daerah induk harus memulai membangun pusat pemerintahan dari nol. Termasuk pendirian Polres Tasikmalaya di wilayah Kecamatan Mangunreja seiring dengan pemindahan ibu kota kabupaten ke Singaparna.
Dengan pertimbangan minimnya sarana dan prasarana pendukung pelayanan publik dalam hal kemudahan aksesibilitas masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya yang secara geografis sangat luas serta Polres Tasikmalaya dalam kondisi transisi, dia menilai, pemisahan wilayah hukum sangat beralasan.
“Saat ini infrastruktur pendukung, kemudahan akses masyarakat kan sudah ada, termasuk Polres Tasikmalaya sudah mapan. Maka sudah seyogyanya wilayah hukum menyesuaikan dengan wilayah adminitratif. Pemerintah daerah harus proaktif untuk merajut koordinasi dengan Kemendagri,” dia menegaskan.
Demi mengatakan, saat ini warga Kabupaten Tasikmalaya masih merasakan kebingungan untuk mengakses pelayanan dari institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia ini.
“Salah satu contoh, ketika ada permasalahan di wilayah timur atau utara Kabupaten Tasikmalaya. Masyarakat mengadu bahkan demo ke pusat Pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya dan dikawal petugas dari Polres Tasikmalaya. Tetapi urusan hukumnya harus ke Polres Kota Tasikmalaya,” kata Demi.
(Farhan/Ageng)