Kamis 12 Desember 2024

Putu Rudana: Hari Nyepi Jawab Tantangan Perubahan Iklim

BALI,FOKUSJabar.id: Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Putu Supadma Rudana mengatakan, kearifan lokal perayaan Hari Nyepi di Bali merupakan salah satu solusi untuk menghadapi perubahan iklim.

Putu Rudana menyebut, kearifan lokal ini akan digaungkan dalam Sidang IPU (Inter-Parliamentary Union) 144 di Nusa Dua, Bali yang dihadiri oleh 155 negara.

Di Bali, kata dia, sebetulnya memiliki kearifan lokal yang bisa memberikan kontribusi atau menjawab tantangan global untuk menghadapi isu climate change yang berhubungan dengan lingkungan. Sebab, Bali memiliki filosofi Tri Hita Karana yakni hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Sang Pencipta.

“Konsep Tri Hita Karana yang berhubungan dengan Hari Nyepi, bahwa itu korelasinya ke earth hour. Kalau itu (earth hour) kan hanya jam saja. Kalau Hari Nyepi di Bali kan 24 jam, artinya itu suatu gagasan yang luar biasa,” kata Putu Rudana di Nusa Dua Bali, Minggu (20/3/2022).

BACA JUGA: Pemerintah Resmi Melarang Tarawih dan Tadaraus Alquran Gunakan Pengeras Suara

Selain Nyepi, kata dia ada kearifan lokal yang berhubungan dengan alam yakni subak.

Subak solusi energi yang berasal dari air mengalir dari gunung ke laut melalui sungai atau sawah sangat sustainable karena bersinergi dengan alam.

“Nah, filosofi-filosofi ini kearifan lokal tentu sudah kita suarakan dan disini akan kita tunjukkan kepada mereka, bahwa ini sebetulnya bisa memberikan kontribusi atau menjawab tantangan global untuk menghadapi isu climate change yang berhubungan dengan lingkungan,” kata dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan tantangan perubahan iklim global semakin sulit. Menurut dia, ada sebuah tantangan yang paling berbahaya jika tidak dilakukan bagi parlemen seluruh dunia yaitu perubahan iklim.

“Jangan melupakan bahwa kita menghadapi sebuah hal yang mengerikan kalau kita tidak berani memobilisasi kebijakan-kebijakan, baik di parlemen baik maupun pemerintah yaitu perubahan iklim,” kata Jokowi.

Ia mengatakan perubahan iklim sering dibicarakan dan diputuskan dalam pertemuan global, tapi aksi lapangannya belum kelihatan. Misalnya, transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT), dari energi batu bara ke renewable energy.

“Kelihatannya mudah, tapi praktiknya sesuatu yang sulit di lapangan utamanya bagi negara berkembang,” kata dia.

Dia menyebut, hal yang perlu dibicarakan adalah pendanaan iklim harus segera diselesaikan. Kedua investasi dalam energi baru terbarukan, dan ketiga transfer teknologi.

“Kalau ini tidak riil dilakukan, sampai kapan pun saya pesimis yang namanya perubahan iklim betul-betul tidak dapat kita cegah. Kalau itu hanya kita bicarakan dari tahun ke tahun dan tidak ada keputusan, saya pesimis bahwa namanya perubahan iklim tidak bisa kita cegah sama sekali,” katanya.

(Agung)

Berita Terbaru

spot_img