spot_img
Jumat 29 Maret 2024
spot_img
More

    Anak Wali Kota Banjar Dipanggil KPK

    BANJAR,FOKUSJabar.id: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi pada kasus suap terkait proyek infrastruktur di Dinas PUPR Kota Banjar untuk tersangka eks Wali Kota Banjar Herman Sutrisno (HS). Salah satunya anak Wali Kota Banjar, Ade Uu Sukaesih.

    Pada pemeriksaan kali ini, KPK memanggil sebanyak 9 orang saksi. Salah satunya adalah Direktur Operasional PT. Pribadi Manunggal, Guntur Rachmadi yang merupakan anak dari HS dan Ade Uu Sukaesih yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Banjar.

    “Hari ini, KPK melakukan pemeriksaan 9 saksi TPK suap terkait proyek pada Dinas PUPR kota Banjar untuk tersangka HS,” kata Juru Bicara KPK, Ali Fikri saat dihubungi FOKUSJabar, Kamis (24/2/2022).

    Dia mengatakan, pemeriksaan dilakukan di Kantor Perwakilan BPKP Propinsi Jawa Barat. Kesembilan saksi yang dipanggil yakni Guntur Rachmadi Wirausaha sebagai Direktur Operasional PT. Pribadi Manunggal, Citra Reynantra (PNS) dan Direktur PT Prima Mulya.

    Lalu Drs. H. Fenny Farudin,BE.,MM (Kepala Dinas Keuangan 2010-2011), Ojat Sudrajat (Kadis PU Kota Banjar 2010-2013), dan Edy Jatmiko (Kepala Dinas PUPR Kota Banjar 2013 -2020).

    “Lalu Asep Suhendar alias Asep Omo sebagai PNS RSUD Kota Banjar sekaligus sekpri Wali Kota Banjar 2003-2013, Dedi Sudrajat, S.E. sebagai Pokja Dinas PU Kota Banjar 2012-2013, Ade Setiana sebagai Sekda Kota Banjar 2017 sampai sekarang, H.Rachwan alias Wabil sebagai Wadir Umum RSUD Kota Banjar 2009 sampai 2017,” Ali Fikri menuturkan.

    BACA JUGA: Jelang Ramadhan, Harga Daging Sapi Mulai Merangkak

    Sebelumnya, KPK telah menetapkan eks Wali Kota Banjar Herman Sutrisno (HS) dan Rahmat Wardi (RW) sebagai tersangka atas kasus dugaan suap terkait proyek pekerjaan infrastruktur pada Dinas PUPR Kota Banjar tahun 2008-2013 dan gratifikasi.

    “Kontruksi perkara bermula pada Rahmat yang merupakan salah satu pengusaha jasa kontruksi di Kota Banjar,” kata Ketua KPK, Firli Bahuri.

    Dia, lanjut Firli, diduga memiliki kedekatan dengan Herman Sutrisno selaku Wali Kota Banjar periode 2008-2013.

    “Sebagai wujud kedekatan tersebur, diduga sejak awal telah ada peran aktif dari HS dengan memberikan kemudahan terhadap RW agar mendapatkan izin usaha, jaminan lelang dan rekomendasi pinjangan bank,” dia menuturkan.

    Dengan kemudahan yang diperolehnya, RW bisa mendapatkan beberapa paket proyek pada pekerjaan infrastruktur di Kota Banjar, Jawa Barat.

    “Antara tahun 2012-2014, Rahmat dengan beberapa perusahaanya telah mengerjakan sebanyak 15 paket proyek Dinas PUPR Kota Banjar dengan total nilai sebesar Rp23,7 milyar,” Firli menegaskan.

    Sebagai bentuk komitmen dari kemudahan yang diberikan Herman Sutrisno yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Banjar, Rahmat memberikan fee sebesar 5 sampai 8 persen dari nilai proyek.

    Kemudian, pada juli 2013, Rahmat diperintahkan meminjam uang ke salah satu bank di Kota Banjar sebesar Rp4,3 milyar.

    Dana tersebut kemudian digunakan untuk keperluan pribadi Herman Sutrisno dan keluarga. Sementara cicilan untuk pelunasan tetap menjadi tanggung jawab Rahmat.

    Rahmat juga diduga telah memberikan beberapa fasilitas seperti tanah dan bangunan untuk mendirikan Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji di Kota Banjar.

    “Selain itu Rahmat juga diduga memberkan uang untuk biaya operasional Rumah Sakit swasta yang didirikan Herman,” kata dia.

    BACA JUGA: Dukung Transformasi Digital, bank bjb Gandeng Perusahaan IT Terbesar Asia Tenggara

    Pada masa kepemimpinan Herman sebagai Walikota Banjar, dia juga diduga banyak menerima pemberian uang dalam bentuk gratifikasi dari para kontraktor di Pemerintah Kota Banjar. Tim penyidik pun masih terus melakukan perhitungan jumlah nilai penerimaan gratifikasi tersebut.

    Atas perbuatannya, Rahmat disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 Uu No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang perubahan atas UU No.31/1999 tentang pemberantasan korupsi.

    “Sementara HS disangkakan melanggar Pasal 12 hurup a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU No. 3/1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang perubahan atas UU No.31/1999 tentang Pemeberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Firli.

    (Budiana Martin/Ageng)

    Berita Terbaru

    spot_img