BANDUNG,FOKUSJabar.id: Seorang nenek, Ellen Plaissaer Sjair (80) terancam kehilangan satu-satunya rumah tinggal tempatnya bernaung di Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Nenek Ellen yang merupakan pensiunan Guru SMPK BPPK ini dipaksa mengosongkan rumahnya meski tidak pernah menjualnya.
Kejadian yang menimpa nenek Ellen bermula saat cucu tirinya berinisial IW mencuri sertifikat rumah yang diwasiatkan kepadanya dari mendiang suaminya, Peter S. Danoewinata (alm) sekitar tahun 2013. IW sendiri memalsukan tanda tangan nenek Ellen pada Surat Kuasa Menjual yang isinya seolah-olah memberikan kuasa jual ke IW untuk menjual rumah.
Pada tahun 2015, nenek Ellen melaporkan IW ke kepolisian atas dugaan tindak pidana pemalsuan tanda tangan. IW pun terbukti bersalah dan telah menjalani hukuman kurungan penjara selama 2 tahun. Bahkan notaris yang terlibat dalam pembuatan Surat Kuasa Menjual berinisial FL pun telah dinyatakan bersalah oleh Majelis Pengawas Daerah Notaris.
Namun pada tahun yang sama, pihak yang membeli rumah dari IW justru menggugat Nenek Ellen untuk mengosongkan dan menyerahkan rumah. Tragisnya, nenek Ellen kalah tiga kali berturut-turut dalam persidangan melawan pihak pembeli, bahkan sampai tingkat Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung.
Putusan-putusan pengadilan tersebut, mengakibatkan Nenek Ellen dipaksa untuk mengosongkan dan menyerahkan rumah. Padahal, nenek Ellen merupakan korban dari tindak pidana yang dilakukan cucu tirinya IW serta tidak pernah melakukan penjualan rumahnya.
“Ini jelas sangatlah melukai rasa keadilan. Bagaimana mungkin Hukum yang diciptakan untuk manusia justru memperkosa Hak Manusia itu sendiri? Nenek Ellen itu korban kejahatan IW yang memalsukan tanda tangannya untuk menjual rumah, namun malah dipaksa menyerahkan rumahnya. Seharusnya, IW yang mengganti kerugian kepada pembeli karena telah melakukan pemalsuan tandatangan,” kata Kepala Kantor Hukum Williard Malau & Partner, Willard Malau, S.H., MA yang mulai membantu kasus Nenek Ellen pada Desember 2020.
BACA JUGA: Besok (13/1), Pemkot Bandung Gelar Operasi Pasar Minyak Goreng Murah
Willard Malau mengatakan, pihaknya sepakat membantu Nenek Ellen secara Pro Bono (cuma-cuma) atas dasar kemanusiaan, demi kemashalatan dan tercapainya keadilan. Pihaknya memohon Pengadilan Negeri Bale Bandung Kelas 1A untuk menunda proses eksekusi karena sedang mengajukan gugatan perdata untuk membatalkan Akta Jual Beli yang cacat hukum tersebut.
“Salah satu harapan sederhana Nenek ELLEN dimasa senjanya adalah dapat tinggal dengan damai di rumah kenangan peninggalan mendiang suaminya,” kata dia.
Namun rasa keadilan kembali menyakiti serta melukai setelah gugatan tersebut dianggap Majelis Hakim Pemeriksa Perkara dinyatakan Tidak Dapat diterima (Niet Onvankelijkevaanklard) dengan alasan penerapan asas Nebis in Idem.
“Andaikan penerapan asas nebis in idem tersebut telah tepat, maka kami melayangkan pertanyaan kepada para pakar-pakar hukum dan ahli hukum terkemuka serta pemegang keputusan di negeri ini. Kemanakah dan bagaimanakah Nenek Ellen dapat mengadukan kedzaliman yang dideritanya?” Willard Malau menegaskan.
Pihaknya pun mempertanyakan, jaminan keadilan bagi semua warga negara di negeri ini. Termasuk bagi Nenek Ellen yang justru merupakan korban dari sebuah tindak pindana yang dilakukan cucu tirinya IW serta sudah dinyatakan bersalah oleh putusan berkekuatan hukum tetap dari pengadilan.
“Bagaimanakah negeri ini serta para penguasa dan pelaksananya menjamin keadilan bagi warganya seperti Nenek Ellen? Apakah Hukum dibuat untuk melindungi manusia ataukah untuk menghilangkan hak manusia itu sendiri?” dia menambahkan.
Di masa tua yang seharusnya hidup tenang di rumah peninggalan sang suami, Nenek Ellen justru menjadi korban dari tindak kejahatan. Apakah harapan sederhana dari seorang Nenek Ellen dapat tinggal dengan damai di rumah kenangan bersama mendiang suaminya di sisa usia senjanya sangat sulit tersentuh serta diluar jangkauan dan cakupan sistem hukum di Negeri ini?
“Setelah runtutan kejadian yang menyakitkan, Nenek Ellen menolak untuk menuntut ganti kerugian satu rupiahpun baik kepada IW ataupun Pembeli. Beliau hanya memohon belas kasih agar rumah tersebut tidak diambil paksa,” kata Willard Malau.
(Ageng)