JAKARTA,FOKUSJabar.id: Pakar Hukum Pidana Prof Mudzakir buka suara terkait sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) PT ASABRI di Pengadilan Negeri Tipikor, DKI Jakarta.
Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu mengatakan, semestinya kasus Asabri bukanlah kasus kerugian keuangan negara atau korupsi melainkan kerugian korporasi.
“Kerugian tersebut kerugian korporasi, bukan kerugian keuangan negara, jika ada kerugian dalam pengelolaan korporasi itu. Kerugian korporasi bukan kerugian keuangan negara dan oleh karnanya bukan tipikor tetapi jika ada tindak pidana berarti tindak pidana lain bukan korupsi,” kata Mudzakir, Rabu (1/12/2021).
BACA JUGA: Luhut Sebut Covid-19 Varian Omicron Bisa Hindari Antibodi dari Vaksin
Muzakir Juga menyebut, praktek penegakan hukum terhadap terdakwa tidak benar.
“Peraktek penegak hukum yang tidak benar atau tidak pas,” kata dia.
Berdasarkan fakta persidangan kasus Tipikor ASABRI yang menghadirkan ahli Badan Pengawas Keuangan (BPK) RI, Senin (22/11/2021), terungkap fakta bahwa penghitungan yang dilakukan BPK terkait kerugian negara sebesar Rp22,788 trilyun tidak sesuai dengan fakta.
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim PN Tipikor IG Eko Purwanto meminta BPK kembali sampaikan rincian kerugian negara, mengingat tindakan BPK bertolak belakang dengan tempus de licti, rentang jabatan para terdakwa.
Faktanya, kerugian negara Rp 22,788 trilyun yang disampaikan BPK, investasi ASABRI yang masih berbentuk saham reksadana yang berpotensi untung berkali-kali lipat, namun BPK menvonis itu sebagai kerugian negara.
“Jika Jumlah saham tetap, berarti tidak ada kerugian negara. Jika nilai harga saham naik atau turun itu adalah konsekuensi bisnis saham, seharusnya saat harga saham naik saham dijual. Jika harga saham turun melaju seharusnya pimpinan korporasi segera nelepas saham dan (jual). Jika membiarkan saham turun serendah – rendahnya dan saham dijual murah, maka korporasi alami kerugian bisnis karena kecerobohan dari pimpinan korporasi,” kata Mudzakir, seperti dilansir Suara.
Sebelumnya, Terdakwa kasus dugaan korupsi PT Asabri, Lukman Purnomosidi, menghadirkan ahli keuangan negara Dian Puji Simatupang sebagai saksi ahli di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, (29/11/ 2021).
Dian bersakasi, PT Asabri dalam melakukan investasi menggunakan sumber dana dari iuran anggota TNI dan Polri berupa Tabungan Hari Tua (THT) dan Akumulasi Iuran Pensiun (AIP). Menurut Dian, iuran tersebut terpisah dari keuangan negara.
“Jadi hasil bersidangan hari ini menurut ahli keuangan negara yang kami mintai pendapat adalah sumber dana Asabri yang digunakan untuk investasi berasal dari iuran anggota TNI dan Polri, untuk tabungan hari tua dan lainnya sehingga menurut ahli bukan merupakan keuangan negara,” kata tim kuasa hukum terdakwa Lukman, Abdanial Malakan.
Abdinal mengatakan, investasi yang dilakukan Asabri sumber dananya berasal dari iuran anggota TNI-Polri sehingga hal ini terpisah dari keuangan negara.
“Tadi ahli menjelaskan dalam persidangan, keuangan negara yang bersumber dari APBN maupun PNBP terpisah dari iuran-iuran anggota TNI-Polri yang digunakan untuk investasi efek. Klien kami menjadi terdakwa karena Asabri membeli efek di mana klien kami sebagai emiten juga issuer atas mtn dan sukuk, Maka yang menjadi pertanyaan di mana kerugian negara nya?” kata dia.
kuasa hukum lainnya Tedo Dwi Wicaksono, menanyakan kepada saksi ahli terkait investigasi BPK dalam dugaan korupsi Asabri.
“Aturan apa yang menjadi pedoman pihak BPK?, Ahli menyampaikan bahwa pemeriksaan BPK harus sesuai dengan peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 sebagai pedoman, dan tidak boleh keluar dari aturan tersebut, bila mana tidak sesuai dengan peraturan tersebut maka atas hasil audit tersebut menjadi batal atau dapat dibatalkan (paparan ahli),” kata Tedo.
Tedo menyebut, ahli keuangan dalam keterangannya menyatakan, apabila terdapat kesalahan administrasi maka dikenakan sanksi administrasi terlebih dahulu berupa teguran.
”Intinya, BPK harus mengikuti pedoman sebagaimana diatur dalam peraturan BPK No.1 Tahun 2017 tentang standar pemeriksaan keuangan negara dalam melakukan pemeriksaan termasuk perhitungan-perhitungannya. Di mana saham, reksadana dan sebagainya masih tercatat dalam portofolio PT Asabri sampai dengan saat ini di mana harga atas saham, reksadana tersebut masih aktif bergerak dan tidak menutup kemungkinan kedepan harganya dapat meningkat kembali” kata dia.
(Agung)