Kamis 12 Desember 2024

Penjahat Siber di Pandemi “Panen”, RUU PDP Masih Deadlock

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Kejahatan Siber meretas data pribadi hingga perangkat strategis pemerintah dalam penanganan COVID-19.

Hal itu menjadi salah satu tanda pertahanan dunia maya mudah ditembus penjahat siber.

Adapun perangkat negara yang harus diperkuat untuk melawan kejahatan siber saat ini, di antaranya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

BSSN harus diperkuat dengan payung hukum yang kuat, yakni Undang-undang Keamanan dan Ketahanan Siber Nasional.

BACA JUGA: Pakar Siber Sebut Pelanggan Tokopedia Masih Aman Bertransaksi

Demikian disampaikan Anggota Komisi I DPR RI Fraksi NasDem Muhammad Farhan melalui rilisnya Jumat (17/9/2021).

Menurut dia, BSSN perlu diperkuat untuk membangun keamanan dan pertahanan Siber di Indonesia.

“Penguatan legislasi dan anggaran negara untuk membangun jaringan pertahanan dan keamanan siber nasional,” kata Farhan.

Namun, kata dia, upaya perlindungan saat ini terkendala di DPR dan belum ada kesepakatan untuk mengesahkan
RUU PDP.

“Saat ini PDP masih deadlock karena masih ada beberapa poin yang belum disepakati oleh pemerintah dengan Komisi 1,” kata dia.

Dia mengatakan, pembahasan tata tertib pasal telah menghabiskan tiga masa persidangan dan dua tambahan masa persidangan.

“Kami ajukan agar pimpinan DPR RI dan Badan Musyawarah 9 Fraksi di DPR RI memberikan kembali kesempatan untuk menuntaskan RUU PDP,” kata Farhan.

Menurut dia, pembahasan yang alot terjadi karena belum adanya kejelasan terkait statuta pemegang otoritas penuh penindakan.

Dengan kata lain, deadlock nya pada status otoritas perlindungan, apakah independen di bawah Presiden, internal Kemenkominfo, atau hybrid (bawah Presiden yang pejabatanya ditunjuk oleh Menkominfo).

Belum ada kejelasan pula terkait batasan jangkauan kategori data yang wajib dilindungi. Apakah agregasi data pribadi termasuk dalam subyek perlindungan data pribadi.

“Masih ada perdebatan di situ, termasuk selain mengatur perlindungan data elektronik juga mengatur perlindungan data non elektronik?,” kata dia.

Dalam RUU PDP, kata dia, terdapat tiga kepentingan menyesuaikan dengan ekosistem digital di tanah air, yakni kepentingan bisnis, layanan publik dan kepentingan politik.

Kepentingan bisnis atau ekonomi adalah kepentingan para pelaku bisnis digital yang melakukan monetasi atas data pribadi yang dikumpulkan, dikuasai, dikelola dan diolah. Baik itu untuk kepentingan bisnis iklan (adsense), konsultasi marketing ataupun direct selling.

“Kepentingan layanan publik menyangkut masalah administrasi publik untuk layanan kesehatan publik, pendidikan nasional, pendaftaran pemilihan umum, penelitian ilmiah, sensus penduduk, sensus ekonomi, sensus pertanian dan penegakan hukum.

“Dalam hal ini pemerintah juga berkepentingan untuk melindungi data karya hak cipta budaya, seni dan ilmiah,” kata Farhan.

(LIN)

Berita Terbaru

spot_img