spot_img
Kamis 25 April 2024
spot_img
More

    Megawati Klaim Pendiri BMKG, BNPB, BNN dan KPK, Ini Faktanya

    JAKARTA,FOKUSJabar.id: Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri mengklaim bahwa dirinya yang mendirikan BMKG, BNPB, BNN, hingga KPK. Benarkah?

    Pernyataan itu dia u disampaikan dalam acara virtual Rapat Koordinasi Pembangunan Nasional (Rakorbangnas) BMKG 2021.

    Megawati mulanya alasan dirinya menjadi tokoh BMKG. Dia menceritakan saat menjabat wakil presiden, dia ditugasi oleh Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk menangani bencana konflik dan bencana alam.

    “Mungkin saya harus menyampaikan mengapa saya muncul di BMKG ini supaya ya dapat dimengerti mengapa disebut tokoh. Jadi sedikit saja, ketika saya menjadi wakil presiden, saya ditugasi oleh Presiden Abdurrahman Wahid untuk menangani pada waktu itu adalah bencana konflik dan bencana alam. Jadi ini tentunya karena penugasan dari Presiden, saya menyatakan siap,” kata Megawati, Kamis (29/7/2021).

    BACA JUGA: Cair! Ini Cara Dapatkan BLT UMKM Rp 1,2 Juta

    Dia mengatakan, saat itu ia mencari lembaga yang menangani masalah kebencanaan. Namun, Megawati terkejut saat mengetahui kantor yang menangani bencana alam berada di bawah direktorat jenderal kementerian.

    Megawati pun mengaku langsung meminta Gus Dur melakukan perubahan. Dia menyebut kala itu mengancam mundur dari ketua penanggulangan bencana. Megawati kemudian menyebut BMKG, BNPB, KPK, hingga BNN merupakan lembaga bentukannya.

    “Saya yang membuat BMKG, BNPB. Bukan bermaksud untuk menyombongkan diri. BNN, KPK, masih banyak lagi dan lain sebagainya,” kata Megawati, seperti dilansir Detik.

    Berikut fakta sejarah terbentuknya BMKG, BNPB, KPK, hingga BNN.

    BMKG

    (web)

    Seperti dikutip dari laman BMKG, sejarah pengamatan meteorologi dan geofisika di Indonesia dimulai sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda, yakni pada 1841 diawali dengan pengamatan yang dilakukan secara perorangan oleh Dr Onnen, kepala rumah sakit di Bogor.

    Pada 1866, kegiatan pengamatan perorangan tersebut oleh pemerintah Hindia Belanda diresmikan menjadi instansi pemerintah dengan nama Magnetisch en Meteorologisch Observatorium atau Observatorium Magnetik dan Meteorologi dipimpin oleh Dr Bergsma.

    Pada masa pendudukan Jepang pada 1942-1945, nama instansi meteorologi dan geofisika diganti menjadi Kisho Kauso Kusho.

    Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 1945, instansi tersebut dipecah menjadi dua: Di Yogyakarta dibentuk Biro Meteorologi yang berada di lingkungan Markas Tertinggi Tentara Rakyat Indonesia khusus untuk melayani kepentingan Angkatan Udara. Di Jakarta dibentuk Jawatan Meteorologi dan Geofisika, di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga.

    BNPB

    (web)

    BNPB bisa ditelusuri embrio kelembagaannya sejak zaman Presiden Sukarno. Dikutip dari laman BNPB, pemerintah Indonesia awalnya membentuk Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP). Badan yang didirikan pada 20 Agustus 1945 ini berfokus pada kondisi situasi perang pasca-Kemerdekaan Indonesia. Badan ini bertugas menolong para korban perang dan keluarga korban semasa perang kemerdekaan. BPKKP pun terus mengalami perubahan nama guna mengembangkan struktur lembaganya.

    Namanya pernah berubah menjadi Badan Pertimbangan Penanggulangan Bencana Alam Pusat (BP2BAP) pada 1966, lalu Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (TKP2BA) pada 1967, dan menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB) pada 1979.

    Kemudian, demi merespons sistem penanggulangan bencana saat itu, pemerintah Indonesia melakukan legalisasi, lembaga, maupun budgeting. Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Inilah masa kelahiran BNPB.

    BNN

    (web)

    Dikutip dari laman BNN, lembaga ini bermula dari upaya penanggulangan bahaya narkotika dan kelembagaannya di Indonesia pada 1971. Pada saat itu dikeluarkanlah Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing.

    Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba. Zaman itu, permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Pancasila dan agamis.

    Akibat permasalahan narkoba yang terus meningkat, pemerintah dan DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua undang-undang tersebut, pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999.

    Dalam perjalanannya, BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh karena itu, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN).

    KPK

    (web)

    Sejarah KPK dimulai saat harapan masyarakat atas pemberantasan korupsi di Indonesia. Dikutip dari laman KPK, usai Orde Baru kandas, muncul pemerintahan baru yang lahir dari gerakan reformasi pada 1998. Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid Muncul Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Pengelolaan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Pemerintahan Gus Dur kemudian membentuk badan-badan negara untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi, antara lain: Tim Gabungan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara dan beberapa lainnya.

    Selanjutnya, di masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, berbagai kasus korupsi menguap dan berakhir dengan cerita yang tidak memuaskan masyarakat. Masyarakat mulai meragukan komitmen pemberantasan korupsi pemerintahan saat itu karena banyaknya BUMN yang ditengarai banyak korupsi namun tak bisa dituntaskan.

    Di tengah kepercayaan masyarakat yang sangat rendah terhadap lembaga negara yang seharusnya mengurusi korupsi, pemerintahan Megawati kemudian membentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK). Pembentukan lembaga ini merupakan terobosan hukum atas mandeknya upaya pemberantasan korupsi di negara ini. Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    KPK kemudian terbentuk di masa Presiden Megawati lewat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya diubah dengan Undang-Undang No 19 Tahun 2019 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    (Agung)

     

     

    Berita Terbaru

    spot_img