Jumat 13 Desember 2024

Mudik Lebaran Dilarang, Ini Permintaan Organda Kota Bandung

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung melarang aktivitas mudik lebaran Idul Fitri 2021. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi mobilitas masyarakat saat libur panjang dan mencegah penyebaran Covid-19.

Namun kebijakan tersebut, berdampak pada pengemudi dan pengusaha angkutan transportasi darat yang kehilangan pendapatan. Pasalnya, saat libur lebaran tiba, sektor tersebut meraup profit karena tingginya permintaan.

Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DPC Kota Bandung, Neneng Nuraidah mengatakan, ada ribuan sopir angkutan yang terdampak akibat larangan mudik lebaran 2021.

“Jumlahnya ribuan, karena angkutan kota saja jumlahnya sudah 5.521, taksi dua ribuan. Kami sangat dirugikan, ada ribuan moda angkutan darat yang terdampak di kota Bandung. Akibatnya, banyak supir-supir angkutan mengalami penurunan pendapatan bahkan menganggur. Insha Allah, kami dari organda kota Bandung akan meneruskan ke provinsi untuk menyampaikan  kondisi ini,” kata Neneng di Taman Sejarah, Jalan Aceh Kota Bandung, Jabar, Kamis (29/4/2021).

BACA JUGA: Pemkot Bandung Salurkan 50 ribu Paket Subsidi Sembako

Menurutnya, seluruh kegiatan angkutan transportasi bakal tidak beroperasi. Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah agar pajak dan Uji KIR dibebaskan.

“Kita mau bayar dari mana untuk kehidupan karyawan transportasi. Untuk pembayaran yang memang jadi kewajiban kita, mau dari mana,” tanya Neneng.

Pada kesempatan yang sama Bidang Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) Isye Iswanti mengatakan, dengan pemberlakukan kebijakan larangan mudik Lebaran 2021, banyak calon penumpang yang akhirnya meminta refund tiket perjalanan.

“Banyak sekali penumpang yang meminta uang kembali, khususnya yang AKAP. Tentu saja perusahaan sangat berat harus mengembalikan. Walau teknisnya tidak dikembalikan langsung saat itu, ada syarat dan ketentuan tertentu,” kata Isye.

Terkait kebijakan penempelan stiker angkutan yang diperbolehkan mengangkut penumpang dengan keperluan khusus, pihaknya menyerahkan ke Perusahaan Otobus (PO) masing-masing.

“Seberapa banyak penumpang yang akan naik untuk keperluan khusus itu, mereka akan mengukurnya dengan biaya operasional,” kata dia.

(Yusuf Mugni/Ageng)

Berita Terbaru

spot_img