BANDUNG,FOKUSJabar.id: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Wkonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) menggelar event Baparekraf Developer Day (BDD) untuk mengembangkan ekosistem developer aplikasi berkualitas. Event digelar secara daring yang dipusatkan di Pullman Hotel, Jalan Diponegoro Kota Bandung, Sabtu (3/4/2021).
BDD bertujuan mengasah kemampuan teknis pengembang aplikasi di Indonesia dengan mempertemukan para pelaku praktisi di industri digital kreatif dengan para developer dalam sebuah sesi transfer pengetahuan dengan standar industri.
“Ekonomi digital merupakan salah satu sektor yang tumbuh cukup pesat di masa pandemi. Untuk itu, event BDD ini digelar khusus secara daring untuk meningkatkan ekosistem developer lokal dan mendorong sinergi pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas developer untuk bisa bersaing di tingkat nasional, regional, maupun global,” kata Deputi Bidang Aplikasi dan Tata Kelola Ekonomi Digital Kemenparekraf/Baparekraf, Muhammad Neil El Himam, Sabtu (3/4/2021).
BACA JUGA: Netizen Nyinyir, Istri Ustaz Solmed Asyik Joget TikTok
Untuk gelaran BDD tahun ini, lanjut Neil, hadir dalam empat pilihan track. Yakni Android Track, Web Track, Machine Learning Track, dan Back-End Developer. Pada gelaran sebelumnya, tahun 2020, BDD telah ditonton lebih dari 130 ribu kali melalui kanal youtube Baparekraf Developer Day BDD.
Di tahun 2021, kata Neil, Kemenparekraf/Baparekraf akan memfasilitasi kepada lebih dari 1.500 developer untuk mendapatkan beasiswa Baparekraf Digital Talent (BDT) melalui dua pilihan track yakni Android dan Web. Fasilitasi BDT tahun ini fokus memastikan developer mencapai level expert.
“Developer yang mendapatkan BDT ini akan difasilitasi belajar secara gratis dan dibekali dengan materi, tutorial, latihan, pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) dengan standar global serta dukungan mentor, fasilitator dan forum diskusi online,” kata Neil.
Direktur Aplikasi dan Tata Kelola Ekonomi Digital Kemenparekraf/Baparekraf, Muhammad Azhar Iskandar Zainal menambahkan, Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 275 juta merupakan potensi besar di industri ekonomi digital. Berdasarkan data Januari 2021, 73 persen lebih atau sekitar 202 juta penduduk Indonesia merupakan pengguna internet dan 61,8 persen atau sekitar 170 juta merupakan pengguna aktiv sosial media.
“Di Kemenparekraf/Baparekraf sendiri memiliki 17 subsektor ekonomi kreatif yang akan kita memaksimalkan untuk going digital. Untuk BDD sendiri sudah digelar sejak tahun 2016 yang digelar secara offline hingga 2019 dan di tahun ini digelar online karena pandemi. Kita gelar BDD karena memang ekosistem ekonomi digital ini butuh banyak improvment,” kata Azhar.
Kekurangan dari developer di Indonesia berdasarkan data IMD World Digital, lanjut Azhar, yakni dari sisi skill maupun jumlah. Hal ini terlihat dari belum banyak terserapnya lulusan IT di Indonesia yang belum terserap di industri serta masih kurangnya jumlah developer di Indonesia.
“Dari data itu pun, Indonesia kekurangan sekitar 9 juta developer dari tahun 2015 sampai 2030 dan berada di ranking 56 dari 63 negara. Untuk mendukung perkembangan developer di Indonesia, Kemenparekraf/Baparekraf pun akan menggulirkan bantuan memfasilitasi startup dalam negeri untuk bisa go global termasuk membantu melakukan pameran di luar negeri,” kata dia.
CEO Dicoding Indonesia, Narenda Wicaksono mengaku jika Indonesia membutuhkan penambahan jumlah dan kualitas developer terampil ditengan kondisi trend industri saat ini. Setidaknya dibutuhkan, 15 ribu developer terampil dan handal setiap tahunnya sejak tahun 2015 sampai 2030.
“Lulusan IT dari perguruan tinggi maupun SMK saat ini masih banyak yang tidak terserap di pasar kerja yang salah satunya akibat standar atau kebutuhan industri tidak sesuai dengan kualifikasi pencari kerja. Padahal kondisi pandemi saat ini justru mengakselerasi ekenomi digital sehingga demand dari developer itu makin bertambah,” kata Narenda.
BDD sendiri, lanjut dia, menjadi even yang sangat bermanfaat dalam mendukung pengembangan ekosistem developer di Indonesia. Tidak hanya dari sisi jumlah, tapi juga dari sisi kualitas developer itu sendiri.
“Karena sejatinya, untuk menjadi seorang developer itu bisa dilakukan siapa saja. Yang penting dia punya niat untuk belajar, meski kemampuan matematika dasar serta bahasa menjadi hal yang dibutuhkan pula,” kata dia.
Untuk bisa menjadi seorang developer dengan level intermediate atau expert, Nalenda mengatakan, dibutuhkan waktu belajar rata-rata dalam enam bulan. Dengan catatan, didukung oleh kurikulum belajar hingga mentor atau pengajar yang benar-benar qualified.
“Inilah yang menjadi alasan kenapa banyak lulusan IT di Indonesia tidak terserap industri kerja. Karena kurikulum yang digunakan kurang update serta relevan dengan kebutuhan industri kerja dan atau pengajarnya yang kurang berkualitas dalam arti kurang memiliki pengalaman sebagai seorang praktisi developer,” Nalenda menambahkan.
BACA JUGA: Melalui Webinar, JNE Ajak UKM Sukabumi Go Digital dan Scale-Up
Untuk itu, Dicoding Indonesia pun sudah mulai melakukan penjajakan kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam menyusun sebuah kurikulum pembelajatan IT yang sesuai dengan kebutuhan industri kerja. Selain juga dengan Kemenparekraf/Baparekraf serta Kominfo melalui berbagai even untuk mendukung peningkatan kualitas dan kuantitas developer di Indonesia.
“Indonesia ini menjadi market terbesar untuk ekonomi digital karena punya jumlah penduduk yang besar. Dengan potensi tersebut, developer Indonesia pun harus bisa go global dengan experience global karena taste masyarakat Indonesia sudah pada aplikasi-aplikasi global sehingga bisa diterima users. Intinya, developer harus mampu membuat aplikasi global,” kata dia.
Pada BDD 2021, materi-materi akan disampaikan para expert dari perwakilan industri digital Indonesia maupun pelaku industri kreatif Indonesia. Seperti Irsan Suryadi Saputra dari IBM, Adrian Prasanto dari Indosat OOredoo, Budianto Hariadi dari AWS, Ade Kurniawan dari Lintas Arta, Sidiq Permana dari Nusantara Beta Studio, Gunawan dari Nutrifood Indonesia, Nurendrantoro dari Perintis Teknologi Nusantara, hingga Faisal Henry Susanto sebagfai Praktisi IT ‘Arsitektur Aplikasi Modern’.
(Ageng)