JAKARTA,FOKUSJabar.id: Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo memiliki strategi jitu dalam meningkatkan budaya baca masyarakat. Hal tersebut dipaparkan Ganjar saat menjadi pemateri pada hari pertama Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perpustakaan tahun 2021, Senin (22/3/2021), yang digelar sevara hybrid.
Sebelumnya, Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) , Muhammad Syarif Bando sudah berkali-kali membantah temuan jika budaya baca orang Indonesia dalam ukuran internasional masih relatif rendah. Dia menegaskan jika orang Indonesia tak malas membaca hanya ketersediaan buku yang masih kurang ditambah keterlibatan kepala daerah yang belum menjadikan literasi sebagai prioritas utama dalam belanja daerah.
BACA JUGA: Bongkar Kasus Bansos Covid-19 Bandung Barat, KPK Belum Tetapkan Tersangka
Dalam pemaparan materinya, Ganjar menekankan jika pemerintah daerah terus mendorong lahirnya kesadaran membaca dan budaya literasi melalui Undang-undang No.43 Tahun 2007 pasal 8. Undang-undang tersebut mengatur mengenai kewajiban Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Diantaranya menjamin penyelenggaraan dan pengembangan perpustakaan di daerah, menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata, dan menjamin kelangsungan penyelenggaraan serta pengelolaan perpustakaan. Kemudian memfasilitasi penyelenggaraan perpustakaan di daerah dan mengembangkan perpustakaan umum daerah berdasar kekhasan daerah sebagai pusat penelitian serta rujukan tentang kekayaan budaya daerah.
“Provinsi Jawa Tengah menaruh beberapa prioritas yakni pembangunan manusia melalui pengurangan kemiskinan dan peningkatan pelayanan dasar, pemerataan layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial, pemerataan layanan pendidikan berkualitas, penguatan literasi untuk kesejahteraan, Jateng literasi informasi terapan dan inklusif, juga pendampingan masyarakat untuk literasi informasi,” kata Ganjar.
Ganjar mengatakan, Jateng pun giat dalam gerakan revolusi mental untuk membangun jiwa merdeka menuju bangsa Indonesia yang besar sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 12 tahun 2016 tentang gerakan nasional revolusi mental. Didalamnya terdapat beberapa pikiran pokok untuk membangun jiwa yang merdeka, mengubah cara pandang, pikiran, sikap dan perilaku agar berorientasi pada kemajuan dan hal-hal yang modern.
Ganjar melihat, perpustakaan hari ini memang sudah wajib tampil secara modern. Hal ini karena kemajuan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi dengan pengembangan perpustakaan merupakan tuntutan masyarakat sekaligus kebutuhan zaman.
Secara umum, lanjut dia, potret perpustakaan digital terkini ada pada titik belum adanya konsep rancang bangunan perpustakaan digital. Termasuk tingkat kemudahan dalam konsep aksebilitas juga manajemen dan kebijakan perpustakaan digital.
“Mau tidak mau, kita pindah. Kita bergeser. Rasanya anak-anak sekarang lebih mudah dan lebih cepat, apalagi kita sedang pandemi. Mereka bisa belajar, main game dan belajar apapun dengan cepat. Anak-anak sekarang bisa menerobos kemana saja. Tugas kita adalah infrastruktur dan rancang bagunan harus kita siapkan,” Ganjar menegaskan.
Jateng menjalankan strategi pembangunan perpustakaan melalui beberapa gerakan. Antara lain dukungan kebijakan, mulai dari anggaran hingga tim sinergi. Selanjutnya, membuat i-Jateng serta optimalisasi media sosial sebagai media kampanye.
“Dinas-dinas di Jateng saya dorong untuk punya medsos dan diusahan verified atau centang biru. Soal buku, kita sudah harus siapkan e-book, termasuk banyak aplikasi yang mengembangkan membaca buku tidak hanya di-scroll, tapi juga bisa membukanya per halaman, seperti membaca buku fisik,” kata dia.
Ganjar pun memastikan jika dirinya merupakan salah satu pribadi yang sangat suka membaca dan sudah sangat lama berteman dengan buku. Maka tak heran jika dia selalu suka, baik secara pribadi maupun Pemerintah Jateng, harus mencari buku untuk pembudayaan budaya baca ini.
“Saya itu paling suka dimintain buku. Pasti saya cariin. Kadang saya kontak penerbit untuk minta buku. Mereka punya banyak stok yang bisa dibeli dengan diskon, bahkan banyak yang menghibahkannya. Kita bisa bantu teman-teman supaya bisa mendapatkan buku baru,’ kata dia.
Secara khusus pada masa pandemi ini, kata Ganjar, Jateng tak berhenti menyuarakan gerakan literasi dan budaya baca. Salah satunya melalui saluran daring, melalui beberapa gerakan seperti Ruang Belajar Modern, kursus daring gratis yang diadakan perpustakaan provinsi Jawa Tengah juga membaca melalui i-jateng.
“Bosan berkegiatan di rumah, ayo ikut kursus online di Perpustakaan Provinsi Jateng. Meski selama pandemi ini kita mengaturnya lebih ketat,” Ganjar menambahkan.
BACA JUGA: Rakornas Perpustakaan 2021, Kuatkan Peran Perpustakaan dalam Transfer Pengetahuan
Hasil dari segala upaya dalam mendukung kegemaran membaca dan meningkatkan indeks literasi masyarakat, menjadikan Jateng meraih angka yang cukup signifikan. Baik secara online maupun ofline, terhitung Desember 2020, mencapai 2.935.761 orang.
“Mengajak orang membaca itu butuh effort lebih, ketimbang mengajak mereka untuk menonton. Jadi walaupun indeksnya sedang, itu sudah cukup memuaskan,” kata dia.
Ganjar pun menyampaikan jika hasil pembangunan perpustakaan berdasarkan indeks pembangunan minat baca, secara Nasional pada tahun 2020, masuk kategori ‘Sedang’ yaitu 55,74 persen. Angka indeks minat baca Jawa Tengah pada tahun 2020 pun masuk dalam kategori ‘Sedang’ yakni 61,88 persen dan masih lebih tinggi dibanding indeks minat baca nasional. Sedangkan minat baca masyarakat Jawa Tengah berada pada angka 55,17 persen, dengan tiga daerah paling dominan adalah Kab. Karanganyar (70,92 persen), Kota Surakarta (61,92 persen), dan Kabupaten Banjarnegara sebesar 61,83 persen.
Pencapaian tersebut, semua berasal dari 2.347.072 total jumlah koleksi buku di perpustakaan-perpustakaan Provinsi Jawa Tengah, dengan klasifikasi jumlah perpustakaan sesuai kategorinya. Jawa Tengah memiliki 4.664 perpustakaan umum, perpustakaan sekolah/madrasah sebanyak 23.332 unit, perpustakaan khusus sebanyak 377, dan perpustakaan perguruan tinggi sebanyak 251 unit.
“Jumlah ini masih jauh dari cukup, karena kita butuh minimal sekitar enam juta buku. Kita bisa berimajinasi dengan berkelana menggunakan buku. Dalam banyak sesi seminar, saya sering kasih buku,” katanya.
“Dengan membaca dapat meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Minat baca yang tinggi bisa merangsang untuk menjadi pribadi-pribadi yang kritis,” Ganjar menegaskan.
(Ageng)