BANDUNG,FOKUSJabar.id: Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat pada Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021) kemarin. Sementara, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan KLB tidak sah, ilegal, dan inkonstitusional sehingga Ketua Umum yang terpilih abal-abal.
Kudeta kepemimpinan partai berlambang Mercy yang dilakukan mantan Panglima TNI itu bersama pendukungnya tersebut, disebut sebagai upaya memuluskan langkah menuju kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Hal tersebut diungkapkan Direktur Eksekutif KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Kunto mengatakan, Moeldoko melihat fenomena yang terjadi menjelang Pilpres 2019 lalu saat sejumlah tokoh dengan elektabilitas tinggi batal maju lantaran tak punya partai. Kini, menurutnya, Moeldoko memikirkan kendaraan politik terlebih dahulu lalu mengurus hal lain.
“Contoh Pak Gatot Nurmantyo. Waktu itu elektabilitas oke, tapi akhirnya enggak jadi apa-apa karena enggak punya partai. Jadi menurut saya, bagi Moeldoko yang gua punya dulu aja gua investasiin. Masalah elektabilitas bisa dikejar nanti,” kata Kunto, Jumat (5/3/2021).
BACA JUGA: Hasil KLB Partai Demokrat Didaftarkan Ke Kemenkumham, Mahfud MD: Bisa Jadi Masalah Hukum
Kunto menilai, peluang Moeldoko untuk menggerek elektabilitas sangat terbuka jika dirinya berniat maju di Pilpres 2024. Apalagi dirinya sudah melakukan manuver hingga terpilih jadi Ketum versi KLB.
“Politik di Indonesia kan sangat mahal, padat modal, dan ketika Moeldoko yang buktikan dia punya modal itu buktikan dia siap untuk kemudian meng-engineering elektabilitas dia sampai 2024,” Kunto menerangkan.
Namun jika memang ingin ikut ‘bersaing’ di Pilpres 2024, lanjut dia, Moeldoko memiliki pekerjaan rumah yang sulit untuk meningkatkan elektabilitas. Pasalnya, Partai Demokrat sudah sangat lekat dengan sosok Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Paling susah pisahkan top of mind Demokrat dengan SBY. Itu PR dia nomor satu sekarang. Karena kalau kita tanya orang, apa yang pertama kali anda pikirkan tentang Demokrat, pasti SBY,” kata Kunto.
Karena itu, Moeldoko tidak bisa mengambil publik pemilih yang loyal terhadap SBY. “Moeldoko harus bangun dari nol lagi kan. Enggak bisa ambil publik pemilih Demokrat yang loyal terhadap SBY. Itu PR-nya,” kata dia.
Pendapat senada diungkapkan Pengamat Politik Universitas Andalas, Asrinaldi. Manuver Moeldoko hingga terpilih menjadi Ketua Umum memang sebagai jalan menuju Pilpres 2024.
Dengan posisi yang bisa dikategorikan sebagai partai menengah, lanjut Asrinaldi, Partai Demokrat sangat potensial digunakan sebagai kendaraan.
“Dengan 20 persen (presidential threshold) masih mungkin. Dengan 7-8 persen (suara Demokrat) itu masih mungkin, 2 atau 3 Partai lagi kalau digabung bisa,” kata Asrinaldi.
Pada kontestasi Pilpres 2024 pun, Asrinaldi menilai jika tidak banyak sosok dengan latar belakang militer yang akan maju menjadi calon presiden. Purnawirawan militer, kata dia, berani maju dengan asumsi memiliki sesuatu yang tak dimiliki calon presiden dari kalangan sipil.
“Yang akan maju anak muda aja semua ini, yang dianggap senior-senior mantan TNI bisa dikalahkan. Karena memang dia punya sesuatu yang tidak dimiliki calon dari sipil ini,” kata dia.
“Barangkali cara pandang militer seperti itu yang banyak buat banyak petinggi atau mantan tentara merasa punya peluang besar untuk bertarung di 2024,” Asrinaldi menambahkan.
BACA JUGA: DPC Partai Demokrat Ciamis Minta Pemerintah Tegas Tolak KLB Deli Serdang
Sementara Pakar Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai manuver Moeldoko di KLB hingga ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat tidak etis. Kalangan awam pun akan berasumsi sama, apalagi dia merupakan Kepala Staf Presiden yang notabene pejabat tinggi negara di lingkungan Istana Kepresidenan.
“Ini dilarang keras. Tidak perlu belajar untuk jadi sarjana politik, yang seperti itu sudah tidak etis, jangan dilakukan,” kata Siti, Sabtu (6/3/2021).
Siti pun menyebut jika KLB Demokrat di Deli Serdang tergolong tidak lazim karena tidak mengikuti Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai. Tak hanya itu, Moeldoko yang terpilih sebagai Ketua Umum terpilih dalam KLB bukan dari kader Demokrat.
“KLB telah menafikan etika, norma dan menjungkirbalikan peraturan partai,” kata dia.
Siti mewanti-wanti pemerintah terkait potensi goncangan politik usai kisruh Partai demokrat. Potensi goncangan politik itu sendiri mestinya tidak ada jika pemerintah tidak mengelola stabilitas politik dengan baik.
Masyarakat pun sudah jemu dengan masalah di kalangan elite seperti yang terjadi di Partai Demokrat dan melibatkan pejabat tinggi negara. Terlebih saat ini, pandemi Covid-19 memukul perekonomian masyarakat di berbagai lapisan.
“Sebagian besar masyarakat berjibaku bagaimana menanggulangi dampak-dampak dahsyat dari Covid-19. Sementara elite bersaing luar biasa, berpikir hanya untuk 2024,” kata Siti.
“Karena syahwat politik yang tak terkendali seperti ini lalu dimuntahkan dalam sebuah atraksi yang sangat amat tidak menarik, membebani masyarakat dan menguras energi perhatian masyarakat. Publik sudah jengah dengan masalah-masalah seperti ini,” Siti menambahkan.
(Ageng)