Minggu 12 Januari 2025

Menolak Vaksin, Warga Kota Banjar Bisa Disanksi?

BANJAR,FOKUSJabar.id: Wali Kota Banjar Ade Uu Sukaesih mengatakan, akan meninjau telebih dahulu terkait sanksi kepada masyarakat yang menolak untuk disuntik vaksin Covid-19. 

Lanjut Ade, pemerintah Kota Banjar belum menegaskan terkait sanksi baik sanksi sosial, denda bahkan pidana terhadap calon penerima yang menolak untuk di vaksin.

Menurut Walikota Banjar, Ade Uu Sukaesih mengatakan terkait tindakan yang akan dilakukan oleh Pemerintah terhadap orang yang menolak divaksin itu perlu terlebih dahulu melihat regulasi semana mestinya dilakukan.

“Untuk yang menolak divaksin, nanti kita lihat dulu regulasinya,” katanya setelah usai menerima kedatangan vaksin covid-19 di Kota Banjar, Rabu (27/1/2021).

BACA JUGA: Pelaksanakan Vaksinasi, Dinkes Kota Banjar Gunakan Sistem 4 Meja

Ade mengatakan bahwa dalam program vaksin virus corona ini baik pejabat publik, tenaga kesehatan dan masyarakat harus siap untuk melaksakannya guna memutus mata rantai covid-19.

“Kita siap dan harus siap,” kata dia.

Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej menilai vaksinasi Corona bersifat wajib bagi warga Indonesia. Semua warga Indonesia diwajibkan turut serta dalam program vaksinasi, Pemerintah menegaskan akan memberikan sanksi pidana bagi masyarakat yang menolak.

FOKUSJabar.id Banjar
(Foto: Web)

“Jika ada warga negara tidak mau divaksin bisa kena sanksi pidana. Bisa denda, bisa penjara, bisa juga kedua-duanya,” kata Edward dalam sebuah webinar, Sabtu (8/1) lalu seperti yang dilansir dari CNNindonesia.

Lanjutnya, dikatakan Edward sanksi pidana dapat diterapkan bagi warga yang melanggar seperti sanksi denda sampai penjara atau bahkan keduanya sekaligus. Hal itu memicu pada Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan.

“Dalam Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan menjelaskan bahwa setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan bisa dipidana dengan penjara paling lama satu tahun atau denda maksimal Rp100 juta,” katanya.

Edward juga mengatakan, hukuman pidana akan menjadi alternatif paling akhir untuk diterapkan para pelanggar. Artinya, hal itu bisa dilakukan setelah instrumen penegakan hukum lain tak berfungsi.

“Maka dari itu artinya sosialisasi dari dokter, tenaga medis, itu penting untuk ciptakan kesadaran di masyarakat,” kata dia.

Kendati demikian, Ketua Satgas Covid-19 PB IDI Zubairi Djoerban menilai pemerintah tidak bisa memaksakan seluruh warga untuk mengikuti pelaksanaan penyuntikan vaksin covid-19.

“Biasanya di kedokteran ada istilah konfidensialitas dan konsen. Konsen artinya setelah diberi penjelasan, maka pasien boleh memilih, mau disuntik atau tidak, mau disuntik atau tidak mau obat ini atau tidak,” kata Zubairi Sabtu (19/12) lalu.

Zubairi menilai  bahwa penerima atau pihak yang menolak divaksin ini bisa berpotensi menimbulkan masalah baru pada penanggulangan penanganan covid-19 di Indonesia. Karena dikatakan dia dengan meyakini jika mereka yang menolak vaksin ini disebabkan kurangnya pemahaman mengenai pentingnya vaksin di tengah pandemi.

“Pemerintah harus mencari cara efektif untuk mengedukasi masyarakat terkait pentingnya vaksin.Saya lebih cenderung beri edukasi yang lebih baik dan benar oleh orang yang berwenang dan dihormati oleh yang bersangkutan,” katanya.

Untuk diketahui informasi yang dihimpun FOKUSJabar, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi menerbitkan izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) vaksin virus Covid-19.

Kepala BPOM Penny Lukito merilis hasil evaluasi dari laporan uji klinis sementara atau interim tahap III Vaksin Sinovac sebesar 65,3 persen.

Angka tersebut sudah sesuai dengan standar atau ambang batas efikasi yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni minimal 50 persen. Dengan demikian, berdasarkan evaluasi tersebut, BPOM kemudian mengeluarkan izin penggunaan darurat vaksin covid-19 produksi Sinovac di Indonesia.

Menindaklanjuti rekomendasi BPOM, Majelis Ulama Indonesia (MUI) resmi menetapkan fatwa halal untuk vaksin Sinovac. Vaksin tersebut kini boleh digunakan oleh umat Islam.

“Memutuskan, menetapkan fatwa ketentuan hukumnya vaksin Covid-19 produksi Sinovac Life Sciences China dan Bio Farma hukumnya suci dan halal,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (11/1).

(Budiana Martin/Anthika Asmara)

Berita Terbaru

spot_img