JAKARTA,FOKUSJabar.id: Isu penolakan Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) tidak hanya disuarakan para buruh di lapangan dengan menggelar demo di berbagai kota. Di jagat media sosial, penggemar K-Pop ikut meramaikan tren RUU Ciptaker ini di twitter sehingga menembus trend topic dunia.
Dilansir dari CNNIndonesia.com, pakar media sosial dari Drone Emprit, Ismail Fahmi menyebut jika penggemar K-Pop atau biasa disebut K-Popers ini awalnya tidak memahami dengan Omnibus Law. Setelah paham, mereka justru membantu tagar-tagar penolakan sehingga menjadi trending topic dunia.
“K-popers tadinya tidak paham, namun turut membaca masalah RUU ini. Setelah paham, mereka dalam waktu singkat bersatu mengangkat tagar #MosiTidakPercaya dan tagar-tagar lain, sehingga menjadi TT dunia,” kata Ismail melalui akun Twitternya.
BACA JUGA: Puan Maharani Matikan Mikrofon Anggota F-Demokrat di Sidang RUU Ciptaker
K-popers bahkan bersatu dengan akun-akun PKS, Demokrat, Oposisi, Serikat Pekerja, Aktivis, BEM Mahasiswa, LSM, dan Media untuk membuat sebuah klaster kontra Omnibus Law.
Salah satu cuitan dari akun K-popers yang paling banyak dibagikan dan didukung akun aktivis lain adalah dari @ustadchen.
Gerakan ini ternyata mendapatkan respons positif dari warganet. Para warganet mengapresiasi dukungan K-Popers menolak Omnibus Law.
Berdasarkan hasil analisa (Social Network Analysis), lanjut Ismail, banyak warganet menolak pengesahan aturan itu. Warganet yang menolak Omnibus Law adalah orang-orang yang mendominasi percakapan di Twitter.
Peningkatan percakapan terkait topik ini, diakui Ismail, mulai terjadi pada sore hari ketika RUU Ciptaker telah disahkan.
Kluster Warganet dalam peta SNA, terdiri dari PKS, Demokrat, Oposisi, Serikat Pekerja, Aktivis, BEM Mahasiswa, LSM, dan Media. Demokrat dan PKS sendiri merupakan fraksi partai DPR yang menolak mentah-mentah RUU Ciptaker ini.
Ismail mencatat, peta percakapan di Twitter pada pukul 17.00 WIB hingga 22.00 WIB hanya memiliki satu klaster besar yang kontra dengan Omnibus Law. Akademisi, BEM, aktivis, LSM, media, oposisi, hingga K-Popers membentuk sebuah klaster besar yang saling berinteraksi dalam satu jaringan.
“Secara demografi, K-Popers merupakan generasi pengguna media sosial terbanyak. Jika sebelumnya mereka kurang paham soal Omnibus Law, dengan ikut angkat tagar ini mereka jadi tahu,” kata Ismail.
(Ageng)