Kamis 12 Desember 2024

Pro dan Kontra Obat Covid-19 Unair

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Pengumuman Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, terkait penemuan obat Covid-19 dan telah menjalani uji klinis tahap III, mengundang sejumlah kontroversi. Sejumlah kalangan mempertanyakan proses penelitian dan uji klinis yang dilakukan serta publikasi atas hasil-hasilnya.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)) Ari Fahrial Syam mengatakan, sebuah uji klinis atas suatu obat memang harus sampai ke tahap publikasi secara ilmiah. Sekalipun di masa pandemi, jurnal-jurnal memberi prioritas penelitian Covid-19 untuk segera diterbitkan namun tetap ada proses review atau kajian terlebih dulu.

“Proses review dan bolak baliknya, pengalaman selama ini sampai setahun,” kata Ari seperti dilansir TEMPO.CO, Selasa (18/8/2020).

Publikasi ilmiah untuk mengukuhkan validitas yang sudah dilakukan, lanjut Ari, tidak otomatis mengantar masuk menjadi panduan dan protokol pengobatan baru. “Karena akan melihat apakah hasil ini konsisten dengan penelitian lain di luar negeri,” ujar dia.

fokusjabar.id obat covid-19 unair
Dekan FKUI Ari Fahrial Syam. (FOTO: fk.ui.ac.id)

BACA JUGA: Tak Pakai Masker, KTP Pengunjung Pasar Ditahan

Hal ini, diakui Ari, berdasarkan pengalaman pihaknya yang terlibat menguji kombinasi obat sebagai obat baru untuk pasien infeksi kuman H. pylori beberapa waktu lalu yang teknik kombinasinya mirip dengan yang dilakukan tim peneliti Unair.

Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Tri Yunis Miko Wahyono pun meragukan klaim kombinasi obat Covid-19 hasil riset Unair.

“Hasil uji klinisnya masih perlu terus dipertanyakan. Bagaimana hasil uji kimia dan biologi obat tersebut,” kata Tri.

Menurut Tri, obat yang diproduksi Unair merupakan formulasi obat Aids. Selain itu, obat tersebut diuji coba siswa sekolah calon perwira TNI yang terinfeksi Covid-19. Mayoritas siswa Secapa yang terinfeksi virus corona pun tidak mengalami gejala.

Artinya, kata dia, tanpa meminum obat pun siswa Secapa tersebut sangat berpotensi sembuh dari infeksi Covid-19.

“Tanpa dikasi minum obat itu juga mereka bisa sembuh sendiri karena daya tahan tubuh yang kuat. Harusnya dibandingkan dengan pasien yang lebih umum dan mengalami gejala,” ujar dia.

Tri mengatakan, penelitian obat Covid-19 dari Unair tidak terbuka dan berpotensi menimbulkan dampak di tengah masyarakat. Dampaknya, warga bisa bertambah mengabaikan protokol kesehatan karena merasa sudah ada penawar virus corona.

“Masyarakat yang tidak tahu bisa berpikir seperti itu (obat Covid-19) sudah ditemukan. Sedangkan masyarakat yang lebih kritis saya yakin banyak yang tidak percaya,” kata Tri.

Senada yang diungkapkan ahli epidemiologi UI Pandu Riono yang meminta Unair mengungkapkan hasil uji klinis obat yang bisa diakses publik.”Transparansi proses dan laporan uji klinis obat Covid-19 yang dilakukan tim Unair diperlukan agar akademis dan publik bisa menilainya,” kata Pandu seperti dikutip kumparanNEWS.

Hasilnya, lanjut Pandu, harus dilaporkan lengkap sesuai standar oleh tim peneliti ke BPOM. Selain itu, diperlukan evaluasi semua proses penelitian sampai hasil dan simpulannya.

“Kepercayaan publik terhadap upaya pemerintah dapat menurun, bila tidak ada keterbukaan pada respons pandemi. Termasuk uji obat dan uji vaksin yang berdampak pada kebijakan publik dan menggunakan dana publik. Kepercayaan perlu dijaga dan dirawat kita bersama,” kata Pandu.

Fokusjabar.id obat covid-19 Unair
Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay. (FOTO: WEB)

Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengapresiasi keberhasilan Unair Surabaya dalam meracik obat Covid-19. Keberhasilan tersebut diharapkan dapat berkontribusi dalam memulihkan masyarakat yang terpapar virus corona.

“Kita harus sampaikan salam hormat kepada Unair, khususnya kepada para penelitinya. Semoga penemuan ini dapat mengkhiri kekhawatiran banyak pihak akan bahaya Covid-19 yang masih merebak saat ini,” ujar Saleh seperti dilansir republika.co.id.

Pihaknya mendorong BPOM segera melakukan uji laboratorium sehingga izin produksi serta edarnya bisa dikeluarkan dan pemerintah segera memproduksi obat Covid-19 tersebut. Jangan ada kendala birokrasi yang menghambat izin produksi dan edar obat tersebut.

“Kalau tidak salah, obat ini diklaim sebagai obat Covid-19 pertama di dunia. Tentu ini sangat membanggakan. Karena itu, selain diproduksi untuk kebutuhan dalam negeri, Indonesia juga boleh berbagi dengan negara-negara lain,” ujar Saleh.

Sementara Anggota Komite Nasional Penilai Obat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Anwar Santoso mengatakan, hingga saat ini semua obat Covid-19 masih dalam proses uji klinis. Belum ada satu pun obat yang manjur dan aman untuk penyakit Covid-19.

“Beberapa uji klinis sedang dilaksanakan dan kemudian sudah dilakukan review oleh BPOM. Sampai saat ini memang belum ada statement yang mengatakan bahwa ini ada obat yang manjur dan aman untuk Covid-19. Semua masih dalam fase uji klinis,” ujar Anwar dalam talkshow daring bersama Satgas Penanganan Covid-19 yang ditayangkan di YouTube BNPB seperti dikutip kontan.co.id, Selasa (18/8/2020).

Anwar mengingatkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum membuat pernyataan resmi perihal obat Covid-19. Dengan begitu, hingga sekarang tidak ada obat yang disarankan secara spesifik oleh WHO.

“WHO sendiri tidak mengatakan dalam satu statement resmi ada obat yang direkomendasikan atau aman. Namun, disampaikan semua statusnya uji klinis,” ujar Anwar.

Sebuah obat, lanjut dia, setidaknya harus memiliki dua hal sebelum dinyatakan sah untuk diedarkan dan lolos uji klinis. Pertama, ada manfaat (scientific value) dan kedua, ada manfaat sosial (social value). “Sehingga keselamatan, kesejahteraan, dan safety masyarakat bisa terjamin,” kata dia.

Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kemenristek/BRIN Ali Ghufron pun mengatakan jika sampai saat ini pemerintah belum menemukan obat yang secara spesifik dapat menyembuhkan infeksi virus corona (Covid-19). Pemerintah masih melakukan penelitian dan pengembangan untuk menciptakan vaksin Covid-19.

“Di dalam konsorsium, belum satu pun yang bisa dikatakan inilah obat spesifik ya (Covid-19). Khusus untuk Covid-19, termasuk imunomodulator yang sedang kita kembangkan kemarin sudah mulai dibuka yang di (rumah sakit) Wisma Atlet, itu kita juga masih dalam proses,” kata Ali melalui telekonferensi dalam diskusi di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (18/8/2020).

Begitu pula dengan terapi yang diharapkan bisa membantu proses penyembuhan. Seperti terapi plasma darah konvalensen serta terapi stem cell yakni dengan mengganti jaringan paru-paru yang rusak.

“Jadi jaringan paru yang sudah rusak itu bisa kita berikan stem cell, kemudian diganti jaringannya dengan yang baru. Ini sudah terbukti di beberapa pasien yang kita amati atau diteliti. Terakhir kita tidak hanya berhenti pada pencegahan, tapi juga obat tadi yang kita bahas,” kata dia.

fokusjabar.id obat covid-19 unair
Rektor Unair Prof. Mohammad Nasih menyerahkan hasil uji klinis tahap tiga obat baru untuk penanganan pasien COVID-19 kepada Wakil Ketua Komite Pelaksana Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang juga Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa (kanan) di Jakarta, Sabtu (15/8/2020). (FOTO: WEB)

BACA JUGA: Pasien Positif Covid-19 di Secapa AD Tinggal 4 Orang

Pada kasus obat Covid-19 tersebut, Unair melalui laman resminya mengumumkan penemuan kombinasi obat Covid-19 di Mabes TNI AD Jakarta. Temuan kombinasi obat ini diklaim mampu menyembuhkan pasien positif Covid-19 dan sudah masuk tahap izin produksi dan izin edar. Kombinasi obat ini berdasarkan temuan tim gabungan antara UNAIR, Badan Intelijen Negara, TNI AD, dan BPOM ini diklaim merupakan obat Covid-19 pertama di dunia.

Obat Covid-19 tersebut merupakan kombinasi dari berbagai macam obat dan oleh BPOM dianggap sebagai sesuatu yang baru. Rujukan dari obat kombinasi yang ditemukan tim gabungan menjadi obat Covid-19 tersebut merupakan berbagai macam obat tunggal yang telah diberikan kepada pasien Covid-19 di berbagai belahan dunia.

Kesimpulannya, terdapat tiga kombinasi obat yang ditemukan UNAIR dan telah melaksanakan uji klinis. Pertama yaitu Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.

“Tentu karena ini akan menjadi obat baru, maka diharapkan ini akan menjadi obat Covid-19 pertama di dunia,” ujar Rektor Unair Prof. Dr. Mohammad Nasih melalui konferensi pers di Mabes TNI AD, Sabtu (15/8/2020).

Dalam melaksanakan uji klinis obat kombinasi tersebut, Prof. Nasih mengaku tim Unair tidak hanya melakukan pada satu pihak dan satu tempat saja. Tim Unair pun melakukan uji klinis pada 13 center di Indonesia dan masing-masing center di koordinasi salah seorang dokter profesional.

“Secara keseluruhan kami hanya ada satu tim, namun di beberapa daerah kami ada beberapa kelompok yang kami sebar menjadi 13 center karena kami melakukan uji klinis untuk obat itu,” terang dia.

Selaku Rektor, Prof. Nasih berharap pihak BPOM untuk memperlancar izin produksinya sehingga obat tersebut dapat diproduksi secara massal untuk kepentingan masyarakat Indonesia. Pihaknya pun meminta kepada pihak TNI, Polri, BIN, IDI, Ikatan Apoteker Indonesia, Kimia Farma, serta Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, bahu membahu dan membuang ego sektoral masing-masing.

“Menurut hemat kami, yang selama ini menghambat proses pengadaan obat asli Indonesia itu adalah adanya ego sektoral. Hal itu yang selama ini menyebabkan prosesnya panjang,” kata dia.

“Kami sudah diminta Kimia Farma dan Lembaga Biologi TNI AD untuk menjelaskan petunjuk teknis dalam memproduksi obat kombinasi tersebut. Sehingga kami berharap kepada BPOM untuk dapat memperlancar izin produksi obat tersebut,” ujar Prof Nasih.

BACA JUGA: Rusia Akan Luncurkan Vaksin Covid-19 Akhir Bulan Ini

 

fokusjabar.id obat covid-19 unair
Kepala Pusat Penelitian Pengembangan Stem Cell Unair, Dr dr Purwati SpPd K-PTI FINASIM menjelaskan lima kombinasi obat Covid-19. (FOTO: WEB)

Kepala Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Universitas Airlangga (Unair), Purwati mengatakan, obat Covid-19 yang berhasil ditemukan pihaknya memiliki efektivitas tingkat kesembuhan yang tinggi. Pemberian obat dalam kurun waktu 1-3 hari, mampu membunuh virus setidaknya 90 persen.

“Efikasi obat tadi sudah kami paparkan. Untuk perbaikan klinis dalam 1 sampai 3 hari itu 90 persen,” ujar Purwati dikutip Antara, Minggu (16/8/2020).

Data didapat melalui pemeriksaan PCR. Dalam sejumlah kondisi, efektivitas obat ini bahkan bisa mencapai 98,9 persen. Artinya virus yang berada di dalam tubuh, hampir seluruhnya bisa mati dalam waktu singkat.

Purwati mengatakan, obat telah melalui uji klinis tahap 1, 2, dan 3. Untuk uji klinis tahap 4 dilakukan setelah obat dipasarkan secara masal.

“Jadi untuk memperoleh izin edar itu jenisnya sampai 3,” ujar dia.

Purwati pun memastikan obat Covid-19 itu tidak berbahaya untuk dikonsumsi, tetapi tetap memiliki efek samping bagi pasien.

“Setiap sesuatu obat pasti ada efek sampingnya. Setidaknya uji toksisitas dari kombinasi obat yang kita lakukan, maka di situ efek samping ditemukan tidak terlalu toksit,” ujar dia.

Dosis obat ini pun diklaim lebih rendah dibanding tiga obat tunggal yang dikombinasikan Unair. Kemudian hasil rekam jantung, liver, dan ginjal pasien selama 7 hari pun masih aman.

“Alhamdulilah terjadi perbaikan dari fungsi liver. Jadi relatif aman untuk digunakan,” kata Purwati.

(Ageng)

Berita Terbaru

spot_img