BANDUNG, FOKUSJabar.id: Pengamat politik mengatakan, pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 yang digelar saat pandemi dikhawatirkan menjadi kluster baru penyebaran Covid-19.
Pengamat politik dari Universitas Parahyangan di Bandung, Prof Dr Asep Warlan Yusuf, mengatakan hal itu bisa terjadi jika tidak menerapkan protokol kesehatan.
“Pilkada Serentak yang digelar di tengah-tengah pandemi Covid-19 itu jangan sampai malah nantinya jadi kluster baru dalam penyebaran (virus Corona) atau jadi gelombang kedua, kalau istilah kesehatannya. Itu kita khawatir kan betul. Kluster baru gara-gara pilkada. Pastikan semua standar kesehatan diterapkan,” kata Asep Warlan, Rabu (1/7/2020).
Asep mengatakan, ada tiga isu yang harus diperhatikan terkait pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020. Yang pertama ialah faktor kesehatan.
BACA JUGA: Terima SK DPP, Pasangan Hade-Yakin Siap Tarung di Pilkada 2020
“Memang standar protokol kesehatan untuk pilkada ini kita tidak punya contohnya. Kalau protokol kesehatan terkait kegiatan pemerintah, itu agak mudah. Pilkada itu kan gerakan banyak orang. Menggerakkan aspek kegiatan yang sangat kompleks,” kata dia.
Hal yang kedua tentang biaya pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah yang tinggi karena ada alokasi biaya tambahan.
Hal yang ketiga ialah isu mengenai bagaimana teknis kampanye, bagaimana menjual program atau penawaran program dari setiap pasangan calon.
“Nah apakah itu bisa digunakan dengan pemanfaatan teknologi saat ini seperti memanfaatkan aplikasi Zoom atau lainnya. Apakah itu efektif? Apakah masyarakat di pedesaan bisa mengaksesnya terhadap sarana kampanye tadi,” kata dia.
Selain itu, lanjut dia, pelaksanaan Pemilukada Serentak 2020 yang digelar di tengah pandemi Covid-19 juga dinilai merugikan setiap pasangan calon kepala daerah yang berlaga di pesta demokrasi ini.
“Tentunya merugikan tentunya, karena ada tiga kerugian yang bisa ditanggung oleh setiap paslon,” kata dia.
(Agung/ANT)