JAKARTA, FOKUSJabar.id: Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) mengatakan seleksi calon hakim agung kurang relevan.
“Ini memang dalam pandangan kami penting, tapi kemampuan menghafal pasal ini tidak menjamin yang bersangkutan memiliki kapasitas untuk menerapkan bunyi pasal tertentu secara adil dan berkepastian hukum,” ujar Ketua Mappi, Muhammad Rizaldi, Senin (29/6/2020).
Menurut Rizaldi, kualitas utama dari calon hakim agung adalah kemampuan untuk memeriksa perkara dari sisi penerapan hukum dan cara mengadili, bukan lagi mengenai fakta hukum dalam suatu perkara.
Calon hakim agung, kata dia, harus memahami perbedaan antara peran hakim dalam pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding dengan peran hakim pada tingkat kasasi atau judex juris.
BACA JUGA: Produsen Cairan Vape Isi Narkoba Diciduk Polisi
Selain aspek kompetensi, calon hakim agung disebutnya juga harus memiliki rekam jejak yang bersih.
Adapun pemohon perseorangan bernama Aristides Verissimo de Sousa Mota mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung karena keberatan masa jabatan hakim agung tidak diperiodisasi.
Ia ingin masa jabatan hakim agung dibatasi lima tahun dan dapat dipilih kembali pada periode kedua, sehingga masa jabatan hakim agung maksimal 10 tahun, seperti presiden dan wakil presiden.
(Agung/ANT)