JAKARTA,FOKUSJabar.id: Sejumlah kalangan menilai wajar kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap menteri-menterinya yang tidak bekerja maksimal di masa pandemi ini.
Ada beberapa yang menjadi sorotan, salah satunya Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Belum lama ini Kementan melaporkan 34 importir Bawang Putih yang melakukan importasi tanpa ada izin rekomendasi impor produk holtikultura (RIPH) ke Satgas Pangan Mabes Polri.
Hal tersebut justru dinilai inkonsistensi, dan mengesankan komunikasi yang tidak baik, serta ketidakkompakan di tubuh Kementan, serta sikap ‘dua muka’ terhadap arahan Presiden untuk menurunkan segera harga bawang putih dan mencukupkan stok di Tanah Air.
Demikian disampaikan Pengamat Politik dari Universitas Jaya Baya Igor Dirgantara, Selasa (30/6/2020). Menurut dia, pelaporan itu terkesan ‘menumbalkan’ pengusaha demi kepentingan tertentu Mentan. Dia menilai Mentan ingin memosisikan bahwa ketahanan pangan itu perlu, tetapi dalam pelaksanaan impor lamban.
“Ini laporan seperti Cuma ‘cari muka’ dan buang badan saja. Kalau ada kesalahan dengan relaksasi ini, menterinya ingin tetap aman dari reshuffle. Diprediksikan 90 persen akan ada reshuffle. Menteri bersangkutan (SYL. red) peluang digesernya sangat besar, ” kata Igor.
BACA JUGA: Kebijakan Relaksasi Impor Buah, Asosiasi Tunggu Respon
Igor pun mempertanyakan dua elemen di Kementan yang sikapnya berbeda terdahap pelaksanaan relaksasi impor tersebut. Pasalnya, relaksasi importasi ini merupakan arahan langsung Kepala Negara untuk menjaga kestabilan harga bahan pokok, termasuk bawang putih saat pandemi Covid-19 yang dijalankan melalui Permendag Nomor 27 Tahun 2020.
Dalam kebijakan ini, untuk mengimpor bisa dilakukan tanpa melalui Surat Persetujuan Impor (SPI) dan Laporan Surveyor (LS). Dalam pelaksanaanya, Badan Karantina Kementan ikut mengawasi produk pangan yang diimpor.
Sebaliknya, belakangan, Menteri Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian mengadukan para importir ke Satgas Pangan Polri karena melakukan impor tanpa mengikuti proses Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RPIH).
Kementan beralasan impor itu menafikan perundangan yang mewajibkan importir menanam bawang juga di Tanah Air, sebagai syarat kuota impor.
Lebih lanjut Igor berharap, puluhan importir itu tidak menjadi ‘korban’ politik penguasa. Dia khawatir mereka dijadikan tumbal untuk mempertahankan kursi Mentan.
“Jangan sampai ada korban dalam kasus ini. Semuanya harus dipertimbangkan dengan matang,” kata Igor.
Sementara itu, Pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing berpendapat bahwa permasalahan tersebut tak perlu dibawa ke jalur hukum.
Membawa ke proses hukum justru menunjukkan ketidaksinkronan antar elemen pemerintah. Harusnya Kementan dan Kemendag bisa melakukan komunikasi yang baik.
Dia berpendapat, laporan ini bisa menjadi bumerang bagi Kementan. Dia tak menafikan, jika tak terbukti ada kesalahan dari importasi ini, bisa membuat Mentan dievaluasi Kepala Negara. Bahkan, berujung dicopot dari kursi menteri.
“Namun, kalau memang betul. Menteri bersangkutan bisa keluar dari masalah pergeseran kursi menteri,” kata Emrus.
Perlu Data
Pengamat Kebijakan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syafuan Rozi Soebhan mengatakan, seharusnya kebijakan impor bawang putih khususnya relaksasi impor disertai angka real terkait kekurangan stok bawang putih di pasaran domestik bulai Me0-Juni 2020. Dia juga menyinggung Kemendag harus transparan berapa angka kebutuhan bawang putih domestik per bulannya.
“Kementerian Perdagangan mesti memberikan data tersebut ke publik, selain ke asosiasi petani, pemerintah daerah dan Kementerian Pertanian. Akar persoalannya itu tidak klop peringatan dini kebutuhan bawang putih untuk diproduksi secara lokal, kalau ada kekurangan baru diimpor,” kata Syafuan.
Sementara, Kementerian Pertanian akan menyerahkan sepenuhnya kepada Satgas Pangan soal sanksi terhadap importir bawang putih yang melanggar syarat RIPH.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto menyebutkan bahwa sanksi bagi perusahaan impor yang dilaporkan karena melanggar syarat RIPH selama periode relaksasi bakal ditentukan oleh Satgas Pangan Polri.
“Kami laporkan secara bertahap sejak relaksasi impor dibuka selama Maret sampai Mei. Sanksi dan hukuman ditentukan Satgas Pangan,” kata Prihasto, kepada wartawan, Senin (29/6/2020)
(**)