JAKARTA,FOKUSJabar.id: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa upaya pemerintah untuk menangani dampak dan Covid-19 melalui stimulus ekonomi mencapai Rp695,2 trilyun atau setara dengan 4.2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Kalau diukur dari paket revisi Perpres 54/2020 yang kami sampaikan dengan defisit di 6,4 persen, maka kita memberikan stimulus 4,2 persen dari GDP,” kata Sri Mulyani dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (22/6/2020).
Total anggaran penanganan Covid-19 Rp695,2 trilyun terdiri dari kesehatan Rp87,55 trilyun, perlindungan sosial Rp203,9 trilyun, insentif usaha Rp120,61 trilyun, UMKM Rp123,46 trilyun, pembiayaan korporasi Rp53,57 trilyun, serta sektoral K/L dan Pemda Rp106,11 trilyun.
Sri Mulyani mengatakan bahwa stimulus dikeluarkan oleh pemerintah bertujuan agar perekonomian yang sudah melemah tidak jatuh dalam, sehingga dilakukan melalui kebijakan baik dari sisi moneter maupun fiskal.
Tidak hanya Indonesia yang menggelontorkan stimulus untuk memulihkan ekonomi, negara-negara G-20 lainnya, seperti Jerman, Jepang, Italia, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Prancis, Kanada hingga Rusia juga menggelontorkan. Dengan kontraksi yang sangat dalam, maka semua negara melakukan program stimulus untuk menolong ekonominya.
BACA JUGA: KPU: Pemilih Terpapar Covid-19 Tetap Bisa Mencoblos
“Jerman menjadi negara yang menggelontorkan stimulus paling tinggi, yakni 19,3 persen dari PDB, disusul Jepang dan Italia masing-masing 14,3 persen, Inggris 13,7 persen, AS 13,6 persen, Australia 9,9 persen dan Prancis 9,5 persen.
Kemudian Kanada 8,6 persen dari PDB, Korea 7,9 persen, Afrika Selatan dan Turki 6 persen, China 5,6 persen, India 5,2 persen, Arab Saudi 4,9 persen, Brazil 4,6 persen, Argentina 3,8 persen, Meksiko 3,3 persen, dan Rusia 1,8 persen.
Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah masih akan terus mewaspadai perkembangan wabah Covid-19, mengingat jumlah kasusnya meningkat setiap hari terutama di kota-kota yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian.
“Kita harus meningkatkan kewaspadaan karena jumlah kasus Covid-19 meningkat seiring dengan langkah pemerintah untuk melakukan pengujian dengan rapid test yang semakin meluas,” kata dia.
Dia mengatakan ada enam daerah yang memiliki kasus Coovid-19 tinggi, yakni DKI Jakarta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 18 persen, Jawa Timur 14,9 persen, Jawa Barat 13,4 persen, Jawa Tengah 8,6 persen, Sulawesi Selatan 3,2 persen, dan Kalimantan Selatan 1,1 persen.
“Covid-10 ini tidak hanya berpengaruh pada masyarakat, tetapi juga pada ekonomi karena daerah-daerah yang kasusnya tinggi adalah contributor ekonomi terbesar di Indonesia,” kata dia.
(LIN)