Kamis 12 Desember 2024

PSBB Harus Ditambahkan Instrumen Kuat Hukum

BANDUNG, FOKUSJabar.id: Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang kembali dilanjutkan di sejumlah daerah harus diiringi ketegasan.

Penegakkan hukum penting dilakukan agar penerapan kebijakan tersebut memberi efek jera, sehingga akan mengurangi bahkan menghilangkan penyebaran virus korona (covid-19).

Demikian disampaikan guru besar politik dan keamanan Universitas Padjajaran Bandung Muradi dalam diskusi bertajuk ‘Dinamika Keamanan Dalam Negeri pada Masa Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Keamanan Nasional’, di Bandung, Rabu (20/5).

 

Berdasarkan hasil kajiannya, indeks keamanan pada masa pandemi ini berada pada angka 0,47 dari rentang penilaian 0-1. Angka tersebut, kata Muradi, muncul dari sejumlah parameter yang dihitungnya, seperti pergerakan masyarakat, konsentrasi massa, ketersediaan kebutuhan dasar, penegakkan hukum, perluasan pandemi, dan koordinasi kelembagaan.

BACA JUGA: PSBB, Angka Kelahiran di Indonesia Diprediksi Meningkat

“Nilai 0 diartikan keamanan kondusif, nilai 1 diartikan keamanan tidak kondusif,” kata dia.

Mengacu pada hasil kajian tersebut, masih ada kekurangan dalam tiga parameter terakhir itu. Menurut dia, saat ini penegakkan hukum masih rendah karena belum ada ketegasan bagi pelanggar PSBB, sehingga dikhawatirkan berpengaruh terhadap kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan.

“Ketidaktegasan ini terjadi karena tidak adanya kewenangan bagi polisi dan TNI dalam menjalankan tugasnya. Instrumen hukum PSBB kurang kuat karena hanya berdasarkan undang-undang karantina wilayah dan penanggulangan bencana,” kata dia.

Dia mencontohkan aparat yang hanya meminta pelanggar larangan mudik untuk pulang kembali.

“Tidak ada efek jera. Seharusnya ada penambahan instrumen hukum dalam PSBB agar peran polisi bisa lebih maksimal, salah satunya dengan menggunakan unsur pidana,” kata Muradi.

Dengan begitu, dia meyakini kepolisian akan lebih leluasa dalam menindak pelanggar PSBB seperti dengan memberi hukuman kurungan.

“Jadi mereka yang tidak mematuhi protokol kesehatan selama PSBB bisa segera ditangani. Ini penting agar memberi efek jera,” kata dia.

Jika dengan hukum pidana masih kurang, kata dia, perlu digunakan darurat sipil bahkan darurat militer agar PSBB berjalan efektif.

“Tapi saya tidak berharap PSBB plus darurat sipil atau PSBB plus darurat militer. Saya berharap dengan (PSBB) ditambahkan hukum pidana, sudah bisa memberi efek jera (bagi pelanggar),” kata dia.

Jika ketidaktegasan dalam PSBB ini berlanjut, akan terjadi eskalasi ancaman keamanan pada parameter lain, yakni meluasnyabvpenyebaran virus corona. Apalagi saat ini memasuki arus mudik Lebaran 2020 sehingga sangat berpotensi untuk menyebarkan Covid-19.

“Sekarang saja Covid-19 sudah ada di 34 provinsi. Selain itu, eskalasi ancaman keamanan pun bisa terjadi karena buruknya koordinasi kelembagaan terutama antara pemerintah pusat dengan daerah,” kata dia.

Ini terlihat dari pembagian bantuan sosial dari setiap instansi yang terkesan berjalan sendiri-sendiri. Sehingga pembagian bantuan sosial untuk masyarakat tidak merata.

“Ada yang sudah terbagi lima kali bantuan (sosial), ada yang belum sama sekali,” kata dia.

Jika dibiarkan, hal itu akan mengancam ketersediaan kebutuhan dasar bagi masyarakat selama pemberlakuan PSBB ini. Ketersediaan kebutuhan dasar ini salah satu parameter ancaman keamanan selama pandemi Covid-19.

Lebih lanjut Muradi mengatakan, pemberlakuan PSBB yang kembali diperpanjang merupakan langkah yang tepat. Sebab, hingga saat ini belum diketahui kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.

Selain itu, dari jumlah pasien yang positif pun, menurut dia akan terus bertambah sehingga masih diperlukan penanganan serius dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. Terlebih, di sejumlah negara yang kasusnya dianggap sudah reda sehingga melonggarkan penanganan pandemi inipun kembali dilanda penyebaran Covid-19 gelombang kedua.

“Jadi belum tepat kalau ada wacana (PSBB) dilonggarkan. Ukurannya apa? Parameternya apa?” kata dia.

Dia memahami adanya motif ekonomi bagi pihak-pihak yang menginginkan pelonggaran PSBB. Namun, dengan pengetatan seperti ini tidak berarti mematikan perekonomian.

Masyarakat masih diperbolehkan beraktivitas asalkan disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan.

“Masih bisa bergerak, masih bisa naik motor. Beda dengan lockdown,” kata dia.

PSBB pun, kata dia, berlaku selama dua pekan dan bisa dievaluasi. Kalau perkembangannya sudah baik, PSBB bisa dievaluasi. Oleh karena itu, kata Muradi, kedisiplinan masyarakat menjadi kunci dalam mengatasi pandemi Covid-19 ini.

“Kuncinya adalah kedisiplinan masyarakat. Makanya perlu ketegasan dalam penegakkan hukum,” kata Muradi.

(LIN)

Berita Terbaru

spot_img