BANJAR, FOKUSJabar.id : Wakapolres Banjar Kompol Ade Najmulloh sudah memprediksi soal ketidak akuratan data penerima bantuan sosial (Bansos) dan jaring pengaman sosial (JPS) di Kota Banjar.
Dirinya Sudah memprediksi dari sebelumnya bahwa pendaataan bantuan ini akan terjadi malasah, pendataan tidak akurat mana yang berhak dan mana yang tidak berhak. Kata Ade, sangat mungkin untuk terjadi kesalahan seperti tumpang tindih data atau data ganda.
“Didata tetapi tidak muncul namanya saat pembagian, orang yang berhak tapi tidak terdaftar dan juga tidak menerima, terdaftar tapi sudah meninggal dunia atau pindah alamat dan lain sebagainya,” katanya Rabu (13/5/2020).
BACA JUGA : Wakapolres Banjar Minta Gugus Tugas Massif Sosialisasi Soal PSBB
Lanjut Ade, jangankan pada saat kondisi seperti ini yang mana sedang terjadi kedaruratan kesehatan masyarakat terkait pandemi Covid-19.
Pada saat situasi normal pun kata Ade, sudah sering terjadi kesalahan data baik dari jumlah atau kuota siapa yang berhak menerima. Dengan demikian sehingga tidak jarang menimbulkan konflik ditengah – tengah masyarakat.
“Itu baru dilihat dari sisi proses pendataannya belum lagi dilihat dari sisi kwalitas barang/sembako yang diberikan, jumlah, harga, waktu yang mana sering tidak sesuai dengan kontrak,” kata dia.
Menurut Ade, permasalahan semua itu timbul bisa dilihat dari sangat beragamnya Program Bantuan Sosial atau Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) dari pemerintah saat ini yang mana ada lebih dari sembilan jenis bantuan sosial diluncurkan dari mulai Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Bansos Presiden, Kartu Prakerja, Bansos Gubernur, Bansos Bupati/Walikota, Bansos Dana Desa sampai nasi bungkus.
“Jenis bantuan itu memiliki kriteria masing-masing, memiliki proses pendataan masing-masing, panitia masing-masing, sasaran masing-masing, dana masing – masing, jumlah dan besarannya beda-beda juga,” katanya.
Tetapi KK yang didata itu berada diwilayah yang sama dan menurut ketentuan bahwa satu KK tidak dibolehkan menerima lebih dari satu jenis bantuan sosial,” kata dia
Kemudian kata Ade, jumlah KK yang diajukan juga sering tidak sesuai dengan kuota dari pemerintah. Pada situasi seperti ini banyak orang yan mengaku sebagai orang miskin baru dan merasa dirinya sebagai korban dampak Covid-19 sehingga merasa berhak menerima bantuan sosial.
“Dari sisi pengambilan data apakah sudah koordinasi dan sinkronisasi dengan semua unsur dari berbagai jenis bantuan sosial itu dan dilakukan dengan metode yang bisa dipetanggungjawabkan secara ilmiah sesuai dengan realitas dilapangan melalui pemetaan dan survey data.Apakah dilakukan verifikasi data, ini perlu pengkajian lebih jauh,” kata dia.
Ade bahkan merasa gagal paham, apakah masing – masing program bantuan sosial itu sudah memiliki database terpadu atau belum yang bisa dijadikan pegangan agar penyaluran bantuan tepat sasaran, tepat kriteria, tepat kwalitas, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu sehingga bisa menghindari konflik di tengah-tengah masyarakat yang sedang mengalami krisis multi dimensi ini sebagai dampak pandemi Covid-19.
“Saya sendiri gagal paham,” akunya
Untuk menghindari berbagai permasalahan dan bantuan sosial itu benar – benar tepat sasaran serta situasi keamanan dan ketertiban masyarakat tidak terganggu serta memudahkan dalam pendataan perlu dikaji ulang.
“Alangkah bijaknya Bansos atau JPS itu satu pintu saja karena toh sumber pendanaannya juga sama dari APBN,” kata Ade.
Ade menambahkan, aparat Kepolisian akan mengundang pihak terkait untuk klarifikasi atau memberikan keterangan tentang proses pendataan dan permasalahan yang terjadi. Kemudian, keterangannya akan dikaji dari semua sisi, apakah ada unsur kesengajaan, kelalaian atau karena tidak profesional, setelah itu akan dilihat apakah ada unsur pidana atau tidak.
“Apabila ada unsur pidana maka kami akan memproses secara hukum,” katanya.
(Agus/As)