Kamis 12 Desember 2024

Pungut Biaya BPJS, RS Melinda 2 Minta Maaf

BANDUNG, FOKUSJabar.id: Manajemen Rumah Sakit Melinda mengakui adanya dua kali pungutan biaya terhadap pasien peserta BPJS Kesehatan. Namun, Manajer SDM dan Umum RS Melinda 2 Widi Poetra berkilah, permintaan pembayaran itu terjadi karena adanya kesalahan komunikasi antara petugasnya dengan pasien.

“Kalau pungutan biaya terhadap pasien itu karena miss komunikasi saja. Kami sudah mengembalikan penuh uang yang dibayarkan oleh pasien, sehingga masalah pembayaran sudah diselesaikan (dikembalikan). Mohon maaf sebelumnya atas peristiwa ini,” kata Widi saat dihubungi, Senin (11/5/2020).

Dia mengatakan bahwa kesalahpahaman itu terjadi karena dokter berencana merawat inap pasien selama satu hari. Saat dikonfirmasi ke dokter yang menanganinya, kata dia, rencananya akan rawat inap.

“Ternyata pasiennya menyatakan sudah membaik,” kata Widi.

Penjelasana itu berbeda dengan yang dikeluhkan Ismet A (keluarga pasien BPJS Kesehatan yang dimitai bayaran). Ismet mengatakan bahwa permintaan bayaran itu terkait pemeriksaan laboratorium yang disebut petugas kasir RS Melinda 2 tidak di-cover.

BACA JUGA: Peserta BPJS di Kota Bandung “Diminta” Biaya Lab oleh RS

Terkait hal itu, Widi tidak merincinya. Menurut Widi, secara teknis itu saja.

Sebelumnya, Ismet mengatakan adanya pungutan tidak resmi saat mengantarkan istrinya berobat di RS Melinda 2 (RS rekanan BPJS Kesehatan) di Kota Bandung. Meski istrinya merupakan peserta aktif BPJS, mereka tetap dikenakan biaya penuh senilai lebih dari Rp500 ribu.

Kejadian itu terjadi pada Senin (4/5) lalu, yakni saat istrinya dirujuk dari Puskesmas Sukawarn, Kota Bandung untuk berobat ke RS Melinda 2 di Jalan Dr. Cipto, Kota Bandung karena diindikasi demam berdarah. “Sesuai rujukan, kami ke sana,” kata Ismet.

Selama berada di rumah sakit tersebut, Ismet memastikan istrinya telah menempuh proses sebagai peserta jaminan kesehatan nasional tersebut. Dia pun menunjukkan berbagai berkas mulai dari surat rujukan dari Puskesmas Sukawarna hingga surat elegabilitas peserta (SEP) BPJS Kesehatan yang diterimanya usai mendaftar di RS Melinda 2.

Saat diperiksa, dokter yang menangani istrinya meminta dilakukan pemeriksaan darah di laboratorium yang juga berada di rumah sakit tersebut.

“Lalu kami ke lab untuk tes darah istri saya. Ya itu sesuai arahan dokter,” kata dia.

Usai memasukkan berkas pemeriksaan darah ke laboratorium, istrinya diminta untuk membereskan pembiayaan di bagian pembayaran yang berada di lobi RS Melinda 2. Syarat ini harus dipenuhi agar sampel darah bisa segera diambil untuk diperiksa.

Namun, Ismet merasa heran ketika harus membayar semua biaya pemeriksaan darah tersebut sebesar Rp425 ribu. Padahal, istrinya sudah jelas menerima SEP BPJS Kesehatan. Ismet yang saat itu ditemani anaknya pun langsung menanyakan alasan tagihan itu.

“Anak saya tanya ke bagian billingnya, memang nggak ditanggung BPJS?” kata dia.

Petugas menjawab bahwa biaya pemeriksaan laboratorium tidak ditanggung BPJS Kesehatan. Kendati begitu, Ismet memutuskan untuk membayar agar istrinya segera diperiksa.

Sambil menunggu hasil pemeriksaan darah, Ismet bersama anaknya masih menyimpan rasa penasaran sehingga menanyakan perihal tersebut kepada BPJS Kesehatan.

“Akhirnya anak saya bisa menghubungi BPJS, dan kata orang BPJS-nya memang seharusnya tidak perlu bayar lagi,” kata Ismet.

Selang empat hari kemudian, Ismet beserta istrinya kembali mendatangi RS Melinda 2 sesuai permintaan dokter yang menangani pada pemeriksaan pertama.

“Atas arahan dokter, istri saya harus tes darah lagi hari Jumat (8/9). Usai memasukkan berkas pemeriksaan darah ke laboratorium yang sama, istri saya kembali diminta untuk menyelesaikan pembayaran di bagian kasir. Kali ini diminta membayar penuh biaya tes darah sebesar Rp95 ribu,” kata Ismet.

Ismet dan anaknya kembali menanyakan perihal pembayaran itu, dan petugas menjawab bahwa biaya lab tidak ditanggung BPJS. Lebih lanjut berharap kejadian seperti ini tidak terulang kepada peserta BPJS Kesehatan yang lain karena sangat merugikan.

“Istri saya kan gajinya dipotong tiap bulan untuk bayar BPJS. Tapi kenapa haknya tidak diberikan? Buat kami, masyarakat biasa, uang Rp500 ribu itu besar, apalagi di saat korona (pandemi covid-19) seperti sekarang,” kata dia.

(LIN)

Berita Terbaru

spot_img