BANDUNG, FOKUSJabar.id: Omnibus Law Rancangan undang-undang (RUU) Cipta Kerja harus segera disahkan oleh DPR RI karena diyakini akan memudahkan investasi dimasa krisis pandemi COVID-19.
Pakar ekonomi Universitas Padjadjaran Aldrin Herwany mengatakan bahwa RUU memiliki tujuan yang sangat baik, yaitu menghilangkan kerumitan investasi yang kemudian berdampak akan cepatnya mengusur investasi di Indonesia. Dengan demikian akan menarik investor yang saat ini sedang menyimpan uangnya selama pandemi Covid-19.
“Justru dengan ini menjadi momentum untuk pembahasan yang serius dan fokus, pandemi ini bukan menjadi alasana,” kata Aldrin dalam seminar daring PWI Jabar Pokja Gedung Sate bertajuk “Aspirasi untuk RUU Cipta Kerja dalam Membangun Kembali Sektor Ketenagakerjaan, Industri, dan UMKM Pasca Pandemi Covid-19”, Kamis (7/5/2020).
BACA JUGA: RUU Cipta Kerja Diyakini Membawa Dampak Positif
Lebih lanjut Aldrin menjelaskan, jika ada yang berpendapat bahwa ini akan menyengsarakan pekerja, padahal Cipta Kerja ini akan melindungi tenaga kerja. Kata dia, Kondisi di lapangan hari ini, para serikat pekerja justru memanfaatkan aturan untuk terus berupaya meningkatkan kesejahteraan.
“Ini justru adalah peluang bagi Indonesia jika Omnibus Law diterapakan, jangan sampai malah Indonesia kehilangan momentum ini,” ucap Alrdi yang juga Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Bandung.
Aldri menegaskan, pengesahan RUU Cipta Kerja ini jangan menunggu sampai Pandemi COVID-19 selesai, karena pasca pandemi ini bakal ada banyak lagi masalah yang harus diselesaikan.
“Ini makanya harus cepet, orang butuh makan buka butuh makan, maka orang-orang butuh kerja. Omnibus Law ini harus dipaksa disahkan,” ucapnya.
Aldrin menambahakan, jika skenario dari pemerintah Omnibus Law itu disahkan pada Oktober atau September mendatang, maka coba sembelu bulan itu harus sudah disahkan.
“Omnibus Law lebih baik lebih cepat diktok palu gitu aja deh,” kata Aldri dalam closing statement acara teresebut.
Sementara itu Pakar ketenagakerjaan dari Indonesian Consultant at Law (IClaw) Hemasari Dharmabumi melihat Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja mengembalikan fungsi regulasi dan negara sebagai garis pengaman.
“Selama ini, UU Ketenagakerjaan kita ini hanya dimanfaatkan untuk merongrong peningkatan kesejahteraan. Padahal, kesejahteraan itu harusnya dilakukan berdasarkan proses perundingan antara pekerja dengan pengusaha,” kata Hemasari.
Menurut dia, tugas pemerintah terkait ketenagakerjaan pada hakikatnya adalah memberikan garis pengaman dan melindungi tenaga kerja. Kondisi di lapangan hari ini, para serikat pekerja justru memanfaatkan aturan untuk terus berupaya meningkatkan kesejahteraan.
“Ini tidak ada relevansi antara serikat pekerja dengan pekerjanya. Harusnya, serikat pekerja ini menjembatani dan memfasilitasi peningkatan kesejahteraan dengan para pengusaha bukan terus menekan pemerintah,” kata Hemasari.
Aturan ketenagakerjaan saat ini juga membuka ruang permainan mafia ketenagakerjaan. Realisasi penerapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) sektoral yang terlalu tinggi, membuat mayoritas perusahaan tidak bisa memenuhinya.
“Apa yang terjadi malah muncul praktik mafia pengawasan regulasi ketenagakerjaan,” tuturnya.
(As)