BANDUNG, FOKUSJabar.id: Direktur Kepatuhan bank bjb, Agus Mulyana berhak menyandang gelar Doktor Manajemen setelah mempertahankan disertasinya pada Ujian Sidang Promosi Doktor (S3) Program Studi Manajemen di Gedung Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jalan Setiabudi Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (10/2/2020). Agus meraih yudisium 3,92 atau cumlaude.
Di hadapan tiga orang promotor serta dua orang penguji, Agus mampu mempertahankan penelitian disertasi berjudul ‘Model Bisnis Fintech dalam Meningkatkan Marketing Performance di Indonesia’. Agus berhasil melahirkan model baru berkat penelitiannya yang diberinama Model Bisnis Hybrid 5.0 yang menggabungkan Intelectual Capital yang melahirkan Innovation dan Information Technology Capability yang menghasilkan Value Creation.
“Kedua unsur tersebut menghasilkan suatu kekuatan yang besar untuk meningkatkan perekonomian suatu bangsa,” ujar Agus usai sidang, Senin (10/2/2020).
Agus menuturkan, perkembangan finansial technology (Fintech) saat ini, tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perubahan global teknologi inovasi keuangan. Namun untuk mengukur konfigurasi perkembangan Fintech di Indonesia masih sangat terbatas dan baru sebatas pada jumlah perusahaan, market size, hingga data keuangan Fintech (peer to peer lending).
“Banyak kelemahan dalam bidang Fintech yang menuntut serba otomasi, apalagi menghadapi Revolusi Industri 4.0. Perkembangan digital sangat menguntungkan dalam segi efisiensi dan efektifitas, namun dengan rendahnya Intelectual Capital SDM dari suatu negara justru menjadi kelemahan bagi negara tersebut. Peran manusia bisa tergantikan robot berbasis Artificial Intelligence dan menyebabkan manusia sangat tergantung dengan itu,” terangnya.
Jepang dan Amerika, lanjutnya, memiliki teknologi tinggi di bidang industri dan mesin otomatisasi. Namun teknologi tinggi tersebut, tidak serta merta membuat pertumbuhan ekonominya tinggi tapi cenderung menurun.
Hal ini dikarenakan peran kekuatan industri yang dipengaruhi mesin dan digitalisasi makin tinggi, membuat peran dan fungsi dari manusia itu sendiri menurun. Kondisi ini pun membuat pertumbuhan penduduk terganggu karena masyarakatnya lebih memilih hidup sendiri, tidak mau memiliki keluarga atau keturunan, bahkan memilih pasangan hidupnya atau sahabat dengan robot atau asisten virtual.
“Pertumbuhan jumlah penduduk dan angkatan kerja yang minim ini akan menghambat pertumbungan produksi barang dan jasa sehingga mengancam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ketergantungan terhadap teknologi yang terlalu tinggi akan mengikis norma-norma Agama, Budaya, dan Kehidupan Sosial yang menjadi tujuan hidup manusia dalam bernegara,” tegasnya.
Melalui Model Bisnis 5.0, Intelectual Capital yang melahirkan Innovation dan Information Technology Capability yang menghasilkan Value Creation disinergisikan. Melalui sinergisitas kedua unsur tersebut, diyakini mampu menghasilkan kekuatan besar untuk meningkatkan perekonomian bangsa.
“Jadi tidak hanya kekuatan mesin dan teknologi yang tinggi untuk membangun ekonomi bangsa, tapi harus dikolaborasikan dengan Intelectual Capital Society yang berbasis manusia. Ini yang saya sebut sebagai Hybrid Busines Model atau Business Model 5.0 dan cocok diterapkan di Indonesia serta pada seluruh perusahaan baik di bidang jasa, ritel maupun manufaktur,” tambahnya.
Business Model 5.0. atau Hybrid Business Model sudah memiliki unsur kebaruan terkait perkembangan sekarang. Model ini diadopsi dari Model Bisnis Industri 4.0. berbasis Digital dari negara-negara maju seperti Amerika dan Cina serta Model Bisnis Society 5.0. berbasis Human yang diadopsi dari negara Jepang.
Pada model bisnis Industri 4.0., peran manusia sudah digantikan robot. Sedangkan pada model Society 5.0., peran manusia ditimbulkan kembali. Dari kolaborasi keduanya, baik Model Bisnis Industri 4.0 dan Model Society 5.0, menghasilkan Hybrid Business Model yang dapat diimplementasikan di Indonesia.
Hybrid Business Model dinilai cocok diterapkan di Indonesia karena adanya batasan budaya dan agama sehingga peran manusia tidak bisa sepenuhnya digantikan teknologi. Peran manusia yang tidak bisa digantikan teknologi dinamakan Intellectual Capital yang menghasilkan Innovation.
Sejalan dengan kebijakan Pemerintah, Agus bverharap, pengembangan Intellectual Capital diprioritaskan sejak dini dalam mengantisipasi transformasi teknologi digital yang sangat cepat. Untuk bisa membangun Intelectual Capital berupa moral, sikap, perilaku, tata krama, agama, integritas, serta kepatuhan pada aturan dan ketentuan, bisa dibangun sejak pendidikan usia dini sampai perguruan tinggi.
Di lima negara dengan pendidikan terbaik di dunia yakni Finlandia, Cina, Kanada, Korea Selatan dan Selandia Baru, lanjut Agus, memiliki tingkat Intelectual Capital yang tinggi. Dengan menggunakan pola pendidikan dengan waktu belajar di sekolah hanya 3-4 jam per hari, tidak ada rangking di sekolah, tidak ada ujian nasional, tidak ada pekerjaan rumah, menulis tetap menggunakan papan tulis, serta mendorong kreatifitas untuk menghasilkan Inovasi dan Penciptaan Nilai.
“Jika Busines Model 5.0 di implementasikan sejak sekarang, saya memprediksi, Indonesia akan sejajar dengan negara-negara maju lainnya di tahun 2021,” pungkasnya.
(**)