BANDUNG, FOKUSJabar.id: Kepala Kantor Kemenag Kota Bandung Yusuf Umar mengklarifikasi pernyataannya soal pengaturan isi khutbah Jumat dalam sebuah acara di Balaikota Bandung beberapa waktu lalu. Yusuf mengatakan bahwa pengaturan isi khutbah itu baru sebatas wacana dan akan didiskusikan dengan ormas-ormas Islam, ulama, pemerintah kota serta MUI.
“Ini perlu diluruskan, ini baru wacana dan belum jadi program. Tidak ada intruksi dari Menteri Agama. Terkait dengan wacana yang saya sampaikan lalu, tujuannya bahwa Kota Bandung ingin tetap kondusif, aman dan nyaman bebas dari paham radikalisme serta intoleransi,” kata Yusuf di kantornya Jalan Soekarno Hatta, Bandung, Rabu (22/1/2020).
Sebagai ASN Kementerian Agama, pihaknya harus terus memberikan pemahaman tentang paham-paham radikalisme dan intoleransi agar tidak berkembang di Kota Bandung.
“Wacana yang saya sampaikan terinspirasi hasil kunjungan Pak Menteri Agama ke Timur Tengah. Untuk menjaga kerukunan dan kondusivitas, di sana teks khutbah disiapkan oleh negara, mungkin kalau di Indonesia oleh Kemenag. Tapi itu baru wacana, nanti saya akan sampaikan sekaligus kami musyawarahkan dengan seluruh ormas dan MUI,” kata dia.
Jika hasilnya dianggap maslahat, maka akan ditindaklanjuti. Jika sebaliknya, wacana tersebut tidak akan dilaksanakan. Artinya, kalau respon tokoh agama dan masyarakat kurang berkenan, wacana ini tidak akan dilaksanakan.
“Saya ingin meluruskan mudah-mudahan tidak berkembang,” kata dia.
Sejauh ini, Kemenag Kota Bandung masih menampung aspirasi terkait wacana itu. Sejauh ini tanggapan warga sangat beragam.
“Kalau banyak madorotnya tidak akan kami lanjutkan, nanti saya obrolkan dengan Pak Wali, tapi tetap saya berpedoman kepada masyarakat. Memang masukannya bergam, tapi tetap kami akan berkonsultasi dengan tokoh masyarakat, intinya kami ingin menjaga paham radikalisme di Kota Bandung agar tidak berkembang,” tuturnya.
Sejauh ini kata Yusuf, Kota Bandung termasuk salah satu kota paling toleransi di Nusantara. Namun hal ini bukan berarti Bandung terbebas dari paham radikalisme.
(Asep/LIN)