BANDUNG, FOKUSJabar.id: Pascapengesahan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengubah batas minimal menikah baik bagi laki-laki dan perempuan dengan batasan usia harus 19 tahun, sejauh ini masih berjalan normal.
Hal itu diakui Kepala Seksi Kepenghuluan Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, Amar Saefullah. Menurut dia, untuk Jawa Barat belum ada laporan penurunan jumlah perkawinan pascadisahkannya UU tersebut.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu, DPR RI telah mengesahkan revisi UU Perkawinan dan mengubah batas minimal menikah baik laki-laki dan perempuan harus sama-sama sudah menginjak usia 19 tahun.
“Sebelumnya, minimal menikah bagi laki-laki adalah 19 tahun dan perempuan 16 tahun,” ujarnya ditemui FOKUSJabar.id di Kantor Kemenag Jabar, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Bandung, Selasa (21/1/2020).
Amar mengatakan, bila calon pengantin yang belum berusia 19 tahun tetapi tetap ingin menikah, ada solusi yang ditawarkan dalam UU Perkawinan yang baru itu. Dimana, pasangan calon harus meminta izin ke pengadilan agama.
“Pemohon harus memberikan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, salah satu alasan merevisi batas usia pernikahan adalah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 22/PUU-XV/2017. Salah satu pertimbangannya, memenuhi hak-hak dasar atau hak-hak konstitusional warga negara.
Baik yang termasuk ke dalam kelompok hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi, pendidikan, sosial, dan kebudayaan, yang seharusnya tidak boleh dibedakan semata-mata berdasarkan alasan jenis kelamin.
“Pengaturan batas usia minimal perkawinan yang berbeda antara pria dan wanita tidak saja menimbulkan diskriminasi dalam konteks pelaksanaan hak untuk membentuk keluarga sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B ayat (1) UUD 1945, melainkan juga telah menimbulkan diskriminasi terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak,” pungkasnya.
(Asep/Bam’s)