Kamis 12 Desember 2024

Sebelum KAS dan Sunda Empire, Sudah Ada Kesultanan Selaco di Tasikmalaya

BANDUNG, FOKUSJabar.id: Sebelum kemunculan Keraton Agung Sejagat (KAS) di Purworejo, lalu Sunda Empire – Earth Empire di Bandung, fenomena kerajaan sudah ada di Tasikmalaya. Kerajaan tersebut menamakan diri Kesultanan Selaco (Selacau Tunggul Rahayu).

Dilansir dari Kompas.com, Kesultanan Selaco berdiri sejak tahun 2004 di Kampung Nagara Tengah, Desa Cibungur, Kecamatan Parung Ponteng, Kabupaten Tasikmalaya. Berbeda dengan (KAS) di Purworejo atau Sunda Empire di Bandung, keberadaan Kesultanan Selaco bisa berdampingan dengan masyarakat sejak awal berdiri.

Kesultanan Selaco idirikan warga Parung Ponteng, Rohidin (40) yang mengaku sebagai keturunan ke-9 dari Raja Padjadjaran Surawisesa dengan gelar Sultan Patra Kusumah VIII. Telah diketahui sejak lama oleh masyarakat sekitar dan lokasi pusat kesultanan memiliki semacam istana yang berdiri megah sampai saat ini.

Kesultanan Selaco mengklaim telah mendapatkan legalitas fakta sejarah yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2018 sebagai putusan warisan kultur budaya peninggalan sejarah Kerajaan Padjadjaran di masa kepemimpinan Raja Surawisesa.

“Selacau punya dua literatur leluhur, saya yang saya ajukan tahun 2004 sampai akhirnya tahun 2018 keluar putusan warisan kultur budaya peninggalan sejarah yang di kepemimpinan Surawisesa. Fakta sejarah dikeluarkan PBB,” ujar Rohidin, Jumat (17/1/2020).

Pertama, nomor warisan dan izin pemerintahan kultur. Kedua, izin referensi tentang keprajuritan. Lisensi yang diberikan yaitu seni dan budaya.

Rohidin menambahkan, Kesultanan Selaco merupakan aplikasi nyata dalam upaya melestarikan warisan leluhurnya sebagai keturunan Kerajaan Padjadjaran era kepemimpinan Surawisesa.

Dirinya mengklaim kesultanan yang dipimpinnya bisa dikatakan berbentuk yayasan dan memiliki kabinet laiknya kerajaan dan mengklaim memiliki batas terirotial terdiri dari wilayah Tasikmalaya, Garut, Ciamis, dan Pangandaran bagian selatan.

“Kalau kami dari kesultanan, tentunya NKRI sebagai harga mati. Kami warga negara Indonesia. Kesultanan ini adalah upaya saya untuk melestarikan budaya saja karena kami sebagai penggiat budaya,” ujar Rohidin.

Rohidin mengakui, selama ini kesultanan yang dipimpinnya memiliki kabinet yang baru disahkan sejak tahun 2018 pasca-mendapatkan legalitas putusan dari PBB. Namun, hal itu laiknya struktur organisasi dengan penamaan kesultanan.

Seperti Mangkubumi berarti setingkat menteri-menteri. Untuk pemimpin tingkat kabupaten tingkatannya adalah Tumenggung atau Demak.

“Kita ada yang namanya menteri luar negeri siapa orangnya, menteri kesejahteraan siapa. Sudah ada semuanya dan memiliki tugas masing-masing. Tapi Kesultanan Selaco itu bukan negara di dalam negara,” tegasnya.

Terkait sumber keuangan Kesultanan Selaco selama ini, diakui Rohidin, berbeda dengan kasus KAS di Purworejo yang meminta kepada pengikutnya. Pihaknya justru mengklaim mampu mensejahterakan orang-orang di bawahnya termasuk para pejabat kesultanan.

Kesultanan Selaco memiliki sumber pendanaan sendiri yang berasal dari Sertifikat Phoenix melalui seorang grantor bernama M Bambang Utomo. Selama ini, proyek Phoenix atau uang yang berasal dari luar negeri tepatnya di Bank Swiss bisa diambil oleh seorang grantor.

Pembangunan kesultanan dan upaya mensejahterakan para pejabatnya pun berasal dari uang tersebut.

“Sebetulnya selama ini uang proyek Phoenix itu sekarang dikuasi oleh Negara. Para pemimpin Negara Indonesia pasti tahu sekarang ini. Saya buka saja,” tambahnya.

Keberadaan Kesultanan Selaco sejatinya muncul sebelum ramai pemberitaan selama ini tentang Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire. Selama ini keberadaan Kesultanan Selaco tak sembunyi-sembunyi dalam melakukan kegiatannya.

Pihak Kesultanan pun membuka diri selama ini kepada khalayak umum atas ramainya pemberitaan munculnya fenomena kerajaan-kerajaan berdalih latar belakang budaya.

(ars)

Berita Terbaru

spot_img