BANDUNG, FOKUSJabar.id: Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung berencana bakal menyiapkan poliklinik khusus penanganan masalah kejiwaan dan narkotika. Selain rekomendasi dari dewan, kebijakan ini di ambil sebagai upaya menangani warga yang mengalami depresi dan gangguan kejiwaan lainnya.
Pada tahun 2014 lalu, jumlah warga Kota yang terindikasi gangguan kejiwaan mencapai 19 persen. Hal ini diakibatkan oleh masalah ekonomi hingga kemacetan.
Baca Juga: Wajib Kunjungi, 5 Destinasi Wisata Yang Aman dari Pandemi Covid-19
“Ya bisa banyak penyebab nya. Bisa depresi karena tingkat persaingan semakin ketat, bisa karena terjebak kemacetan rutin. Atau bisa oge karena teu boga duit (bisa juga karna gak punya uang),” kata Wali Kota Bandung Oded M Danial di Gedung DPRD, Jalan Sukabumi Selasa (14/1/2020)
Oded mengatakan, indikasi gangguan kejiwaan yang dimaksud bukan kategori Orang Dengan Gangguan Kejiwaan (ODGJ), tetapi lebih kepada stress dan depresi. Kompleksitas permasalahan dan persaingan yang ketat di kota besar seperti Bandung ini ditengarai menjadi satu di antara sekian penyebabnya.
“2014 itu 19 persen, warga depresi di Kota Bandung. Waktu saya mau berangkat ke Singapura saat sekolah Lemhanas, ternyata di Singapura lebih tinggi sampai 47 persen,” kata dia.
Selain itu pihaknya juga menyetujui eks RSKIA dijadikan sebagai Poliklinik penanganan depresi dan narkotika.
“Saya sepakat dengan Pak Aris (Ketua Komisi D DPRD) Kota Bandung dalam rekomendasinya. Kita memang butuh rumah sakit untuk menangani masalah depresi ini. Ada usulan dari Pak Aris supaya bangunan eks RSKIA menjadi Poliklinik penanganan depresi dan narkoba. Usulan itu kita terima, dan kita juga bersama dinas kesehatan sudah membahas masalah ini,” jelasnya.
(Yusuf Mugni/LIN)