spot_img
Kamis 28 Maret 2024
spot_img
More

    Bawaslu Perketat Pengawasan Pilkada Serentak 2020

    BANDUNG, FOKUSJabar.id: Badan pengawasan pemilu (Bawaslu) Jawa Barat bakal perketat pengawasan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 mendatang. Hal tersebut dilakukan sebagai antisipasi bakal calon petahana yang kemungkinan menggerakan birokrasi dalam kepentingan politik.

    Ketua Bawaslu Jawa Barat Abdullah mengatakan, pihaknya akan membentuk tim satuan tugas yang menangani isu khusus dalam pilkada serentak di delapan kabupaten/kota di Jawa Barat. Terlebih pilkada di daerah lebih sensitif untuk pemanfaatan sumber daya daerah sebagai modal politik dan pengawasan netralitas ASN yang rentan terjadi pada setiap pemilu. Hal ini didasarkan pada pengalaman dan sejumlah kajian.

    “Di daerah lebih rentan berkaitan dengan netralitas ASN yang sering terjadi ikut membantu salah satu pasangan calon kepala daerah terutama petahana,” kata Abdullah dalam acara Evaluasi Pengawasan Pemilihan Umum 2019 , di Hotel El Royal, Kamis (7/19/2019).

    Dikatakan Abdullah, praktik politik uang pun kemungkinan dilakukan dalam proses bakal calon di ranah penjaringan partai. Dalam pencalonan muncul kerawanan potensi transaksional dalam aspek kandidasi atau jual beli suara. Hal seperti inilah yang akan mulai dicermati satgas tersebut sehingga Bawaslu mengimbau partai dan bakal calon untuk taat kaidah aturan hukum pemilu yang berlaku.

    “Potensi yang muncul ada dengan istilah uang tiket, uang perahu, dan lain sebagainya. Dan ini, kalau terjadi dan terbukti pasangan calon melakukan hal semacam itu, maka calon tersebut bisa digugurkan kepesertaan sebagai kandidat calon pilkada,” kata Abdullah.

    Hal lain yang akan dicermati satgas, berdasarkan pengalaman proses pemilu legislatif dan pilpres lalu, adalah pengawasan potensi elit lokal yang menggunakan sumber daya daerah sebagai modal politik.

    “Imbauan kita, misalkan ada dari petahana maju lagi, jangan sampai public resources atau APBD dipakai sebagai modal politik. Lalu juga jangan sampai ada politisasi birokrasi. Yang umum terjadi menjelang pemilukada adalah rotasi mutasi yang bernuansa politik untuk pemenangan,” katanya.

    Dalam peraturan, menurut Abdullah, tidak boleh ada rotasi enam bulan sebelum pilkada. Kalaupun ada, ujarnya, maka menjadi bagian domain Bawaslu untuk melakukan pengawalan.

    Abdullah mengatakan, pihaknya pun belajar dari kasus-kasus yang melibatkan ASN saat pemilu lalu, yakni mencermati gangguan netralitas ASN saat pemilu. Hal ini, katanya, menjadi salah satu prioritas Bawaslu dengan memfokuskan sisi pengawasan terhadap pejabat daerah yang maju dalam pilkada.

    “Jangan sampai karena mereka punya akses ke resources, bisa menggunakan resources daerah yang sampai birokrasi dipakai sebagai mesin politik pemenangan. Lalu juga program-program pemerintah dan APBD, resources juga jangan sampai menjadi alat pemenangan,” ujar dia.

    Yang menjadi polemik, katanya, adalah Kemendagri yang kini membolehkan ASN maju dalam Pilkada tanpa perlu cuti. Dengan demikian, pengawasan terhadap pihak yang maju dari ASN ini harus ditingkatkan, jangan sampai menggunakan pengaruh kekuasaannya untuk pemenangan.

    “Itulah kenapa ada norma, soal pentingnya mereka mundur dari jabatan, melepaskan jabatan, jika ikut pemilu. Agar pengaruh kekuasaan itu tidak memainkan peran dalam proses kontestasi elektoralnya. Nah ini diharapkan akan lebih objektif kalau mereka melepaskan diri dari jabatan jabatan, baru mengikuti kontestasi pemilu,” ucapnya.

    Pada pemilu terakhir, katanya, Bawaslu banyak melakukan tindakan. Diantaranya 16 perkara yang sudah inkrah sampai putusan di pengadilan. Ke-16 kasus ini terkait politik uang yang implikasinya membatalkan keterpilihan kandidat seperti di Kabupaten Tasikmalaya, Cianjur, dan Indramayu.

    Pada Pilpres dan Pileg 2019, katanya, Bawaslu Jawa Barat menerima sejumlah 942 perkara. Total tersebut terklasifikasi menjadi pelanggaran administratif sekitar 530 pelanggaran, sisanya menyangkut pidana, kode etik, dan yang diteruskan ke instansi lain karena tidak masuk dalam zona regulasi Undang-Undang Pemilu seperti yang berkaitan dengan pelanggaran ASN.

    Bawaslu Jawa Barat juga menyelesaikan 24 sengketa administrasi yang berkaitan dengan proses rekapitulasi proses pemilu dan peserta pemilu tidak puas terhadap mekanisme administrasi.

    Delapan Kabupaten dan Kota di Jawa Barat akan melangsungkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak pada 2020 meliputi Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kota Depok.

     

    (AS/ars)

    Berita Terbaru

    spot_img