BANDUNG, FOKUSJabar.id: Dari total jumlah penduduk Kota Bandung di kisaran 2,5 juta jiwa, masih terdapat 0,2 persen penduduk masih buta aksara pada usia tidak produktif, Kondisi tersebut menjadi titik fokus perhatian Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kota Bandung.
Kepala Bidang Pengembangan Perpustakaan dan Kearsipan pada Dispusip Kota Bandung, Neti Supriati mengatakan program pemebebasan buta aksara sudah dijalankan sejak 2011 lalu. Penyisiran yang dilakukan di perbatasan antara kota Bandung dengan kabupaten Bandung, ditemukan masih banyak warga yang masih buta aksara.
“Masalah buta aksara ini kita sisir ke lapangan dan masih ada, terutama didominasi oleh umur tidak produktif. Mungkin dulu tidak pernah sekolah akhirnya tidak mau belajar,” ujar Neti di Balai Kota, Jalan Wastukancana Kota Bandung, Selasa (05/11/2019).
Neti menuturkan, pihaknya sudah mengenalkan metode literasi sebagaimana diterapkan pembelajaran kepada anak-anak sekolah. Pembelajaran dilakukan secara berulang-ulang dan dalam jangka waktu 8 bulan sudah mulai mereka pahami.
“Kita menjamin kota Bandung nihil buta aksara. Hanya saja kita belum tahun penyebarannya dimana. Kita akan mendekati mereka melalui akses perpustakaan keliling, taman baca, dan lainnya,” tuturnya.
Meski angka 0,2 persen masih kategori kecil, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung, namun pihaknya akan berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan untuk menargetkan kota Bandung nihil buta aksara. Hal ini sejalan dengan program Wali Kota Bandung Oded. M Danial dengan menyiapkan pusat membaca di setiap sudut lembaga.
“Harapan kita, dengan cara edukasi ini, mereka tidak hanya memiliki kemampuan baca tulis tapi juga dapat menyejahterakan secara ekonomi,” paparnya.
Pada tingkat anak-anak, lanjutnya, ada 30 persen dari 2,5 juta jiwa atau terdapat 7.904 jumlah penduduk anak-anak yang sudah tersentuh literasi. Tapi di tingkat PAUD ada sekitar 100 anak-anak dan 15 persen diantaranya belum memahami Calistung (Baca Tulis Hitung).
“Itu kita temukan di salah satu PAUD. Tapi di umur sekian, saya rasa masih wajar. Karena usia anak-anak itu 0-5 tahun, jadi wajar-wajar saja kalau belum bisa memahami baca dan menulis,” ucapnya.
Neti mengatakan, hal tersebut dikembalikan kepada aturan jika anak baru dikenalkan dengan huruf dan angka di usia 6 tahun. Untuk usia 0-5 tahun, pengenalan sendiri baru sebatas simbol-simbol saja.
“Dalam ilmu kedokteran, usia tersebut secara fisik dan profilseptic hanya ada kepekaan pada anak menggerakkan motoriknya. Pihaknya berkomitmen untuk memberantas permasalahan ini sebab kemampuan literasi berpengaruh bagi warga lainnya,” tegasnya.
(Yusuf Mugni/ars)