BANDUNG, FOKUSJabar.id: Para pecinta burung madu masih banyak yang belum mengetahui bahwa peliharaannya itu termasuk hewan yang dilindungi. Selain akan mengancam jumlah populasi, ketidaktahuan inipun berpotensi mengancam ekosistem karena burung tersebut berperan dalam proses penyerbukan alami tanaman di hutan.
Demikian terungkap dalam diskusi bertajuk ‘Selamatkan Burung Isap Madu dan Pohon Saninten’, di Kebun Binatang Bandung, Selasa (5/11/2019). Acara yang diinisiasi Kelompok Kerja Wartawan Gedung Sate ini dalam rangka memperingati Hari Cinta Puspa dan dan Satwa Nasional 2019.
Kurator Kebun Binatang Bandung Panji Ahmad Fauzan mengatakan, saat ini masyarakat khususnya penggemar kicau masih banyak yang memelihara burung isap madu. Bahkan, mereka pun sering menggelar lomba suara satwa yang berukuran kecil itu. Padahal, menurut dia, pemerintah telah menetapkan burung tersebut sebagai hewan yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999.
“Bahkan ada sanksi terhadap para pelanggarnya, baik pidana maupun denda,” kata dia.
Panji pun menyayangkan burung tersebut masih banyak diperjualbelikan di pasaran. Menurut dia, hal itu terjadi karena masih ada yang beranggapan bahwa populasi burung itu masih banyak. Padahal, kata dia, suatu hewan dikategorikan dilindungi bukan hanya karena populasinya yang sedikit, tetapi karena peranannya yang sangat penting dalam menjaga ekosistem alam.
“Itulah pertimbangan utama burung isap madu masuk sebagai hewan yang dilindungi,” kata dia.
Burung isap madu ini memiliki paruh yang panjang untuk menghisap nektar. Ini menjadi media yang baik dalam penyebaran pohon berbunga di hutan tropis. Pihaknya khawatir keberadaan burung itu akan terancam, sehingga berdampak terhadap kondisi hutan yang semakin kritis.
“Karena ketiadaan tanaman baru sebagai pengganti tanaman lama. Alasan inilah pemerintah menetapkan semua burung isap madu sebagai hewan yang dilindungi,” kata dia.
Saat ini, kata dia, masyarakat masih banyak yang belum bisa membedakan antara burung isap madu dengan kolibri. Menurut dia, kedua jenis burung itu sangat berbeda meski memiliki bentuk yang hampir sama.
“Burung isap madu berukuran sekitar 11-12 cm. Penyebarannya meliputi Afrika, Australia, hingga Indonesia,” kata dia.
Di Indonesia terdapat sekitar 14 jenis burung isap madu dan sebetulnya burung ini termasuk satwa yang kritik, artinya dia sulit untuk ditemui, karena posisinya sulit diidentifikasi.
Sedangkan burung kolibri hanya ditemukan di Amerika Selatan. Burung inipun memiliki ukuran yang lebih kecil. Tidak lebih dari 6,35 cm. Jenisnya ada sekitar 300an.
Sementara itu, Kasi Pemanfaatan dan Pelayanan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jawa Barat Sanggara Yudha mengatakan, setiap orang harus memiliki kepedulian terhadap hewan terutama yang dilindungi. Menurut dia, ada beberapa ciri bentuk kepedulian terhadap satwa, yakni diberi kebebasan, rasa aman, dan bisa berkembang biak.
“Kita harus bisa melestarikan satwa-satwa kita,” kata Sanggara.
Dia membenarkan masih banyak masyarakat yang memelihara burung isap madu. Namun, menurut dia kecintaan tersebut satwa belum diiringi dengan cara pelestariannya. Oleh karena itu, dia mengimbau agar masyarakat tidak mengambil burung tersebut dari alam liarnya.
“Jangan mengambil, menangkap, berburu dari alam. Konsepnya bisa dengan penangkaran. Pengembangnbiakan secara terkontrol. Cara ini diperlukan agar memudahkan dalam pendataan burung tersebut,” kata dia.
Sekretaris Kelompok Kerja Wartawan Gedung Sate Taufik Hidayat mengatakan, pihaknya menggelar diskusi ini sebagai bentuk kepedulian terhadap populasi burung tersebut. Apalagi menurutnya saat ini kondisi alam semakin rusak dengan semakin derasnya laju pembangunan.
“Dalam memperingati Hari Cinta Puspa dan Tanaman Nasional ini kami ingin menggugah masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan, termasuk hewan-hewan yang berfungsi terhadap keseimbangan alam,” kata Taufik.
(LIN)