JAKARTA,FOKUSjabar.co.id:Politisi seniar Partai Golkar yang juga Anggota DPR-RI dari Dapil Jabar X (Kabupaten Kuningan, Ciamis, Kota Banjar dan Kab Pangandaran, Agun Gunandjar Sudarsa khawatir banyak kader Golkar pindah partai usai Muyawarah Nasional yang bakal digelar pada Bulan Desember mendatang.
“Kami mengkhawatirkan Munas tahun ini akan menyisakan masalah sebagaimana sejarah Munas sebelumnya,” katanya.
Menurut Kang Agun sapaan akrabnya Munas bukan hanya milik Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo –dua calon ketua umum di Munas, namun milik seluruh kader Partai Golkar.
Anggota DPR yang sudah enam kali ini, menyebut masalah itu bukan potensi lahirnya partai baru, tapi dalam bentuk lain adalah banyak pengurus lompat ke partai lain karena kerasnya faksi di internal saat Munas.
“Kalau untuk melahirkan partai baru saya yakin tidak akan seperti Munas sebelumnya. Tapi faksi-faksi yang ada di dalam tubuh Golkar itu selalu saja terjadi. Ada faksi A, B, C, D,” ucap Agun Gunandjar di gedung DPR, Jakarta, Jumat (1/11).
BACA JUGA: Agun Gunandjar: Korupsi tak Akan Berhenti Kalau Partai Politik Tak Dibenahi
“Saya yakin orang hengkang dari Golkar besar. Bisa ke Gerindra, bisa ke NasDem, bisa ke Demokrat, bisa ke PDIP, atau mungkin ke PKS atau PKB, atau partai baru punya Fahri Hamzah, Garbi,”
Faksi itu muncul tak semata-mata karena kerasnya pertarungan memperebutkan kekuasaan, tapi karena adanya intervensi kekuasaan pada Golkar. Agun cerita, Munas Golkar dari masa ke masa pasca-Orba selalu diwarnai intervensi, meski tak selalu telanjang terlihat.
Termasuk dualisme sengit dalam banyak babak antara Aburizal Bakrie vs Agung Laksono, begitu juga saat Setya Novanto vs Ade Komarudin, hingga Munaslub penentuan Airlangga Hartarto sebagai pengganti.
“Faksi itu terjadi karena ada intervensi kekuasaan, pemerintah. Contoh, Jokowi terpilih pertama kali bersama JK. Golkarnya gimana? Golkarnya di Prabowo-Hatta, tapi tokohnya di Jokowi, termasuk JK dan kawan-kawan. Akhirnya jadi faksi lagi,” bebernya.
Karena itu, Agun sangat berharap Munas Golkar tahun ini bebas intervensi kekuasaan. Meski, Presiden Jokowi seperti pada Munas sebelumnya berjanji tak intervensi, namun peran intervensi bisa dimainkan oleh level di bawah Presiden.
“Kalau masih terjadi seperti itu, yang dibutuhkan sebetulnya salah satu langkah penyelamatan ada rilis resmi dari pemerintah secara formal Golkar harus maju, mandiri, siap berkompetisi. ‘Silakan kalian berkompetisi, kami tidak akan intervensi. Adakah komitmen itu? Saya yakin enggak berani. Kenapa? Berisiko besar menyatakan itu. Ketika yang menang A atau B, ‘lu kan enggak butuh gua’,” bebernya.
Kang Agun berharap Airlangga maupun Bamsoet tak perlu meminta dukungan kekuasaan agar memenangkan pertarungan di Munas Golkar. Tugas keduanya adalah mengelola konflik di Munas agar tidak memicu faksi baru maupun kader yang lompat ke partai lain.
“Keduanya pasti bertarung. Tapi mampukah dua orang ini pasca perang tidak membawa aplikasi pada faksi yang ada? Kontestasi itu harusnya friendly, ya bertarung tapi friendly,” katanya.
(DAR)