spot_img
Kamis 17 Juli 2025
spot_img

GKR Condrokirono Minta Segmen Kretek Tangan Dilindungi

YOGYAKARTA, FOKUSJabar.id: Gusti Kanjeng Ratu Condrokirono meminta pemerintah melindungi segmen rokok kretek menyusul adanya kebijakan yang membuat pelaku usaha kecil di bidang rokok kretek resah.

Permintaan tersebut disampaikan menyusul keluhan pelaku usaha industri tersebut atas rencana pemerintah yang akan menaikan batasan produksi SKT golongan 2 dari 2 milyar menjadi 3 milyar batang.

Wacana ini tidak hanya menimbulkan kegaduhan, lebih dari itu dinilai berdampak pada sosial ekonomi yang sangat besar dan mengancam puluhan ribu buruh industri tersebut.

“Sebagai warisan budaya, pemerintah seyogyanya melindungi rokok kretek. Perlindungan bisa dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang sekiranya dapat berpihak kepada tenaga kerja yang terlibat di dalamnya,” kata GKR Condrokirono di Yogyakarta melalui rilisnya, Rabu (12/9/2019).

Ia pun menekankan pentingnya industri SKT bagi rakyat kecil. Terlebih, kata dia, para pelinting rokok sangat menggantungkan kehidupannya pada pekerjaan tersebut demi kelangsungan keluarganya.

“Kami hanya bisa berharap agar pemerintah bisa melihat dan meneliti kembali kebijakan-kebijakan yang telah diputuskan sebelum menggerus industri sigaret kretek tangan,” kata dia.

Hasil berbagai penelitian, kata GKR Condrokirono, rokok kretek mampu menghidupi banyak orang di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya sejak akhir abad ke-18. Persebaran produksi rokok kretek dimulai dari usaha-usaha kerajinan rakyat, hingga akhirnya berkembang menjadi industri kecil, bahkan perusahaan.

Sejak tahun 1900-an, kretek telah menjadi bagian kehidupan masyarakat Yogyakarta yang diwariskan secara turun temurun, dan Yogyakarta sudah menjadi bagian dari perjalanan panjang sejarah kretek di Indonesia.

“Lebih dari satu abad, kretek telah mewarnai kehidupan masyarakat Yogyakarta. Jangan sampai salah satu warisan budaya kita yang sudah turun temurun ini hanya dilihat sebelah mata dan hilang,” kata dia.

Sebelumnya, Ketua Paguyuban MPSI Joko Wahyudi menjelaskan, para pemilik pabrikan kecil dari wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan tegas menolak usulan kenaikan batas produksi SKT golongan 2.

“Bagaimana mungkin sebuah pabrikan yang memiliki modal besar dan merupakan salah satu pabrikan besar dunia ingin menaikkan batasan produksi sigaret kretek tangan golongan 2 yang tarif cukainya lebih murah? Ini jelas-jelas menguntungkan satu pabrikan besar asing saja, dan merugikan pihak lainnya, ” kata Joko.

Usulan kenaikan batasan produksi SKT golongan 2 yang diajukan satu perusahaan besar asing itu ini akan menyebabkan 28 ribu pelinting di pabrikan SKT golongan 1 akan kehilangan pekerjaan. Tidak hanya itu, negara juga berpotensi kehilangan penerimaan cukai sekitar Rp1 trilyun.

Tanpa adanya kenaikan batasan produksi SKT golongan 2, para buruh linting telah menderita lantaran penurunan pangsa pasar SKT secara tajam dari 37 persen pada 2006 menjadi 17 persen pada 2018.

Bahkan, pada 2019, sejumlah pabrikan SKT golongan 1 telah mengurangi jumlah produksinya, serta meliburkan puluhan ribu pelinting selama beberapa hari.

“Kami berharap pemerintah tidak tunduk pada usulan pabrikan besar yang hanya menyengsarakan buruh linting yang sudah terpuruk,” kata dia.

(**)

spot_img

Berita Terbaru