BANDUNG, FOKUSJabar.id: Jawa Barat mempertanyakan kebijakan Pengurus Besar (PB) Persatuan Olahraga Sepatu Roda Seluruh Indonesia (Porserosi) yang menerapkan aturan kluster kepada peserta babak kualifikasi PON XX/2020 serta penetapan kuota kelolosan atlet.
Babak kualifikasi PON XX Cabang Olahraga (Cabor) Sepatu Roda sendiri akan digelar di sirkuit sepatu roda Grand Wisata, Kabupaten Bekasi, Selasa-Minggu (10-15/9/2019)
Ketua Umum Pengurus Provinsi (Pengprov) Porserosi Jabar, Erry Sudradjat menuturkan, aturan kluster serta ketentuan kelolosan atlet yang diterapkan pada babak kualifikasi PON XX akan merusak pembinaan yang dilakukan daerah. Hal tersebut pun dinilai akan merusak sistem yang sudah berjalan baik.
Untuk ketentuan kluster, PB Poreserosi membagi provinsi yang mengikuti babak kualifikasi dalam dua kluster. Kluster pertama diisi oleh tim provinsi seeded khusus untuk pulau Jawa, Kalimantan Timur, dan Jambi. Sedangkan kluster dua diisi oleh tim provinsi dari luar seeded.
BACA JUGA: Pelatih Timnas Indonesia Akan Bertemu Ketua Umum PSSI
“Di dua kluster ini, sama-sama memperebutkan 16 medali emas. Hanya saja, nomor pertandingan di kluster satu dan dua ada yang berbeda. Atlet hanya diperbolehkan bertanding dimana tim provinsinya berada di kluster masing-masing. Ini layaknya pembatasan nomor bagi tim provinsi tertentu, ini kan PON bukan kejurnas kelompok usia,” ujar Erry saat ditemui di sekretariat Porserosi Jabar, Jalan Jakarta Kota Bandung, Sabtu (7/9/2019).
Erry menambahkan, tujuan dari pelaksanaan babak kualifikasi untuk menjaring atlet-atlet terbaik di setiap nomor pertandingan cabang olahraga yang dipertandingkan di PON. Setiap provinsi pun pasti akan berusaha meloloskan atlet sebanyak mungkin untuk bisa berlaga di ajang PON sebagai puncak pembinaan atlet di setiap provinsi.
“Yang lucu dan aneh, babak kualifikasi PON XX sepatu roda justru ketentuan kelolosan atlet sudah dikelompokkan sebelum pertandingan digelar. Jadi provinsi peserta itu tidak bisa lagi meloloskan atlet sebanyak mungkin karena sudah ditetapkan kuotanya,” terangnya.
Pada babak kualifikasi PON XX sepatu roda, kelolosan atlet sudah ditetapkan sesuai kategori. Untuk juara umum, kuota atlet yang lolos sudah ditetapkan maksimal 11 atlet. Lalu peringkat kedua sebanyak 10 atlet, peringkat tiga sebanyak 9 atlet, peringkat empat sebanyak 8 atlet, peringkat kelima sebanyak 7 atlet, peringkat enam sebanyak 6 atlet, peringkat tujuh, delapan, serta sembilan masing-masing 5 orang atlet atlet dan peringkat sepuluh serta sebelas berhak mengirimkan masing-masing 4 orang atlet.
“Jadi kelolosan bukan berdasarkan pencapaian atlet di nomor pertandingan yang diikuti, tapi sudah ditetapkan berdasarkan kuota. Kami sudah menanyakan terkait kebijakan ini ke PB Porserosi, tapi jawabannya tidak memuaskan. Ini merusak pembinaan yang sudah dilakukan,” tuturnya.Selain itu, kebijakan terkait kuota atlet sepatu roda di PON XX pun dipertanyakan. Pasalnya, jumlah nomor pertandingan yang bertambah tidak diikuti dengan penambahan kuota atlet.
Pada PON XX tahun 2020 di Papua, cabang olahraga sepatu roda mempertandingkan sebanyak 24 nomor dengan kuota atlet hanya 77 orang. Kebijakan PB Porserosi kali ini berbeda dengan kebijakan saat PON XIX tahun 2016 di Jabar yang mempertandingkan 16 nomor pertandingan tapi kuota atlet sebanyak 116 orang.
“Seharusnya dengan penambahan nomor pertandingan, logikanya, atlet yang bertanding akan semakin banyak. Bukan ini malah berkurang. Ini membuktikan kalau tuan rumah tidak siap menggelar,” tegasnya.
Dengan berbagai ketentuan dan kebijakan yang janggal tersebut, Erry memprediksi akan ada nomor pertandingan di PON XX yang mengalami kekurangan atlet dan atau daerah peserta. Sedangkan berdasarkan aturan, nomor pertandingan di cabang olahraga bisa dipertandingkan jika memenuhi kuota minimal peserta daerah yakni 5 provinsi.
“PB Porserosi sendiri tidak bisa menjawab dengan kemungkinan-kemungkinan ini. Kita akan pertanyakan lagi hal-hal tadi sehingga ada keputusan yang lebih baik dan tidak merugikan pihak tertentu serta menguntungkan satu pihak,” pungkasnya.
(ageng/bam’s)