Kamis 12 Desember 2024

Mendag Minta Pengusaha Waspadai Pencatut Nama Pejabat dalam Impor

JAKARTA,FOKUSJabar.id: Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menegaskan, proses importasi dilakukan dengan prinsip tegas good governance. Sanksi blacklist hingga proses hukum pun sudah dikenakan terhadap mereka yang ‘nakal’.

Mendag pun mengingatkan agar para pengusaha berhati-hati dan tidak meladeni pihak yang mengaku-ngaku bisa mengurus kuota impor, bahkan melakukan locked quota dengan membawa nama pejabat negara.

“Semua proses dilakukan dengan transparan dan bisa diakses publik di website Kemendag. Jadi, buat apa suap-suap seperti kasus yang kini ditangani KPK. Kepada para pengusaha saya tegas nyatakan agar berhati-hati terhadap mereka yang ‘jual’ nama pejabar untuk urus impor dan lainnya,” kata Enggar melalui rilianya, Senin (12/8/2019).

Pihak manapun yang berbuat nakal dalam proses impor, kata dia, bakal berurusan dengan penegak hukum.

“Kepada mereka yang jualan nama penyelenggara negara, agar jangan lagi melakukan. Karena aparat hukum, dan KPK pastinya juga melihat semua yang dilakukan berbuat jahat,” kata dia.

Selain itu, Enggar pun telah memerintahkan jajarannya untuk mengecek importir yang terjaring KPK apa pernah berurusan dengan importasi. Dari penelusuran, diduga ada kerabat dari yang bersangkutan melakukan importasi nakal bahkan sudah ada putusan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan itu.

“Saya tegaskan Kemendag tidak mengakomodir pengusaha ini, yang disinyalir kerabatnya pernah kena sanksi hukum sebagai penegasan asas GCG,” kata dia.

Enggar menjelaskan, proses impor bawang putih dimulai dengan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian. Dalam RPIH itu juga ada poin wajib tanam 5 persen dari kuota impor. Setelah itu dipenuhi dan ada verifikasi, baru ke Kemendag.

“Kebutuhan bawang putih kita per tahun sebenarnya sekitar 490 ribu ton. Pada 2018 terbit RPIH total 938 ribu ton. Dari jumlah itu dikeluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kemendag 600 ribu ton. Kelebihannya untuk cadangan awal tahun 2019,” kata Enggar.

Sementara itu, Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti mengatakan bahwa kasus korupsi suap pengurusan kuota dan perizinan impor bawang putih sangat menarik.

Hal itu karena ada nama anggota Komisi VI DPR Nyoman Dhamantara yang bisa dianggap mampu menjadi ‘jembatan’ pengurusan izin dari tersangka lainnya, yakni Chandry Suanda alias Afung.

Padahal, kata Ray, sejatinya urusan kuota dan izin impor menjadi kewenangan sepenuhnya dari kementerian terkait. Sehingga, seharusnya sudah tidak ada campur tangan dari anggota DPR atau oknum-oknum tertentu untuk ‘bermain’.

“Yang menarik, dalam kondisi ini masih saja ada hubungan impor dengan anggota DPR, yang sejatinya sudah tidak ada. Ini yang harus dikoreksi,” kata Ray.

Menurut dia, perlu ketegasan yang menyatakan agar tidak ada lagi pihak nakal yang memanfaatkan untuk korupsi.

“DPR seharusnya sudah tidak lagi mengurusi sampai ke satuan tiga (teknis),” kata dia.

Kewenangan DPR, lanjut dia, seharusnya hanya sampai kepada izin prinsip yang menyatakan bahwa impor itu boleh dilakukan.

Direktur HICON Law & Policy Strategic Hifdzil Alim menilai kasus dugaan korupsi impor bawang putih tidak perlu terjadi karena seharusnya anggota DPR menjalankan fungsi pengawasan atas jalannya pemerintahan, bukan malah terlibat dalam urusan internal di kementerian.

Menurut dia, apa yang dilakukan Kemendag terkait perusahaan yang akan menjadi importir sudah cukup baik, namun harus diperbaiki dalam beberapa hal.

Dia mencontohkan terkait masukan masyarakat mengenai adanya perusahaan yang diduga masuk daftar hitam, harus ditindaklanjuti Kemendag, dengan diumumkan terbuka.

Anggota Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam Faisal Santiago menegaskan, mencatut nama tidak diperkenankan dalam kegiatan apapun. Termasuk bisnis sekalipun, apalagi tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan.

Faisal menilai pihak yang mencatut nama pejabat tentu saja ingin memperkaya diri sendiri. Oleh karena itu, kata dia, para pejabat harus mempunyai integritas, atau menandatangani pakta integritas agar mereka bekerja profesional.

Orang tersebut, kata dia, bisa dipidana berdasarkan pasal 378 KUHPidanda

(**)

Berita Terbaru

spot_img