JAKARTA,FOKUSJabar.id: Sebanyak 2,3 juta ton beras menumpuk di Gudang Bulog lantaran kesulitan menyalurkan. Berasnya sangat banyak dan ada kemungkinan busuk.
Sejumlah pihak menilai jika beras sampai busuk, maka ada indikasi kerugian negara karena pembelian oleh Bulog menggunakan APBN.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun diminta mengaudit lembaga pangan yang dipimpin oleh Budi Waseso (Buwas) itu.
Sekjen Fitra, Misbah mengatakan Bulog menerima anggaran dari APBN. Oleh karena itu, jika berpontesi rugikan negara BPK perlu turun tangan.
“Lembaga negara Bulog menerima anggaran dari APBN. Oleh karena itu, Bulog harus menjalani audit, baik audit kinerja mupun keuangan,” kata Misbah melalui rilisnya, Kamis (11/7/2019).
Dari audit itu, kata Misbah, akan ketahuan seberapa besar dari kinerja Bulog itu sendiri. Dari audit juga akan terlihat apakah ada temuan kerugian negara dari Bulog atau tidak.
“Sebab, Bulog gagal jual dan distribusi berpotesi merugikan negara. BPK melakukan audit ini,” kata dia.
Tidak hanya BPK, kata dia, inspektorat pun perli melakukan hal serupa. Namun lebih baik langsung dari pihak eksternal.
“Nah, intinya, dari audit itu baru akan ketahuan apakah BPK itu dijadikan dasar restrukturisasi atau semacam rekomendasi seperti Ombudmans. Misalnya, Bulog dibubarkan saja dan dijadikan PT,” jelas dia.
Di kesempatan lain, Dekan Fakultas Pertanian UGM Dwi Andreas Santosa mengatakan, Bulog saat ini menghadapi situasi dilematis. Menurut dia, sebelum ini dalam program rastra atau turunya raskin, Bulog outletnya jelas 230 ribu ton per bulan.
Namun, sejak tahun lalu, program diubah jadi bantuan pangan non tunai (BPNT). Jadi, kata dia, si penerima manfaat itu mendapatkan voucher sebesar Rp110 ribu yang bisa digunakan membeli beras di warung.
“Karena peralihan tersebut Bulog tidak bisa lagi menyalurkan berasnya. Karena tidak bisa menyalurkan berasnya, akhirnya menumpuk, dan sudah barang tentu beras tersebut rusak. Jadi itu persoalan yang dihadapi Bulog saat ini,” kata dia.
Dia pun mengakui Bulog memang harus diinvestigasi meski sebenarnya masalah-masalah yang ada sudah diatasi dari hasil Rakortas. Yaitu, Bulog bisa menyalurkan beras ke warung.
“Sebenarnya dari situ banyak teratasi karena penyaluran ke warung hampir sama jumlahnya ketika program rastra maupun raskin. Tetapi harusnya ini bukan menjadi kebijakan yang permanen, kebijakan bahwa Bulog memiliki hak untuk 100 persen menyalurkan ke warung ini jangan sampai menjadi kebijakan permanen, karena itu tidak sehat untuk pasar beras di Indonesia. Sehingga kebijakan ini sementara maksimum 1 tahun, setelah itu Bulog harus profesional,” tutur dia.
Lebih lanjut dia berharap Buwas mampu meningkatkan profesionalisme Bulog. Apalagi Bulog mempunyai kapasitas sepuluh kali lipat perusahaan beras.
“Kedua, kan Bulog monopoli impor beras. Kalau memonopoli impor kan itu dia bisa melepas beras dengan harga di bawah pasar. Sehingga harusnya bulog merombak total, profesionalisme Bulog harus ditingkatkan sehingga hal-hal seperti ini (Bulog difasilitasi pemerintah), ke depan tidak perlu terjadi,” jelas dia.
Untuk diketahui, pemerintah Jokowi-JK memang tengah mencari jalan keluar agar stok beras di gudang Bulog sebanyak 2,3 juta ton dapat disalurkan. Sebab, jika terus-terusan ditahan di gudang, kualitas beras akan rusak.
Beberapa waktu lalu, Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso (Buwas) mengatakan, dilepasnya 50 ribu ton cadangan beras pemerintah (CBP) akibat kondisi beras yang sudah rusak disebabkan banyaknya mafia beras.
Tak hanya itu, menurut Buwas, kurangnya sinergi antara kementerian dan lembaga (K/L) terkait kebutuhan beras kerapkali menjadikan beras sebagai komoditas bisnis untuk kepentingan oknum atau institusi tertentu.
“Pangan (beras) ini bukan barang mati, makanya ada nilai turunnya. CBP itu bukan punya Bulog tapi pemerintah, jadi harus ada audit, ada izinnya karena menyangkut beban yang ditanggung oleh negara sebagai yang bertanggungjawab dalam pengadaan beras itu,” tutur dia.
(LIN)